Abd. Kadir 259 DIRASAT ISLAMIYAH.

260 Dirasat Islamiyah g. Al-Qur’an tidaklah diciptakan, sebab kalau ia diciptakan maka perlu kata kun, dan untuk terciptanya kata kun maka perlu kata kun yang lain dan begitu seterusnya. Sehingga tidak mungkin Qur-an diciptakan; h. Tuhan dapat dilihat diakhirat kelak, karena sifat yang tidak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat yang membawa arti kepada dicip- takannya Tuhan. sedangkan dapat dilihatnya Tuhan tidaklah membawa pada sifat dicipta- kannya Tuhan. i. Perbuatan-perbuatan manusia bukanlah diwu- judkan oleh manusia sendiri, melainkan dicip- takan oleh Tuhan. Al Asy’ari dan al Maturidi sebagai tokoh ilmu kalam yang beraliran sunni ini mempunyai visi dan tujuan untuk membendung penyebaran aliran Mu’tazilah dengan caranya masing-masing. Kesa- maan visi dan tujuan ini pula yang menyebabkan pandangan keduanya tentang ilmu kalam kadang- kadang bertumpu dengan argumen yang sama pula. a. Aliran Asy’ariah Abu Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abdillah Abi Musa al-Asy’ari adalah nama lengkap sang pendiri aliran Asy’ariyah. Ia lahir di Basrah pada tahun 260 H.873 M. dan meninggal di Bagdad pada tahun 324 H.935 M. Ia lahir pada tahun al- Kindi meninggal dunia dan Muhammad al- Muntazhar hilang.

H. Abd. Kadir 261

Pada awalnya Abu Hasan sang pendiri madzhab ini pernah menjadi tokoh utama Mu’tazilah. Pada tahun 300 H915 M. dalam usia 40 tahun, al-Asy’ari meninggalkan ajaran-ajaran Mutazi- lah. Setelah itu, al-Asy’ari menyusun ajaran- ajaran baru yang kemudian terkenal dengan al- Asy’ariyah, yaitu aliran aqidahteologi Islam yang namanya dinisbahkan kepada nama al- Asy’ari. Al-Asy’ari lahir dalam dunia yang penuh dengan pergolakan baik politik maupun intelektual. Secara geneologis ia berasal dari keturunan ter- hormat dan banyak berjasa dalam sejarah umat Islam. Ia juga dikenal cerdas dan berani dalam perdebatan, termasuk dengan gurunya sendiri al-Juba’i yang sering berakhir dengan ketidak- puasan. Karena kemampuan intelektualnya ini- lah ia sering mewakili al-Juba’i dalam perdeba- tan dengan pihak-pihak yang menentang faham dan pendapatnya. Al-Juba’i sebagai salah seorang tokoh Mu’tazilah telah menikahi ibunya. Al-Asy’ari kecil dididik dan dibesarkan oleh ayah tirinya itu sehingga menjadi seorang Mu’tazilah yang gigih dan keras, menulis dan berbicara dalam kalam Mu’tazilah sampai ia mencapai usia 40 tahun. Tidak dapat diketahui secara pasti apa yang menjadi alasan al-Asy’ari keluar dari Mu’tazilah. Pada bulan Ramadan, al-Asy’ari bermimpi ber- temu dengan Nabi sebanyak tiga kali. Dalam mimpinya itu ia diperintahkan agar mening- 262 Dirasat Islamiyah galkan kalam yang tidak pasti dan mencari kepastian di dalam al Qur’an dan hadits. Al- Asy’ari merubah pendiriannya itu dengan betul- betul ikhlas dan beradu argumentasi dengan gurunya al-Juba’i dalam diskusi terbuka berulang kali. Pada suatu hari al-Asy’ari datang kepada al- Juba’i dan bertanya: “Seandainya ada kasus tiga orang bersaudara; orang yang pertama seorang mukmin, yang kedua kafir, dan yang ketiga mati pada waktu kanak-kanak. Bagaimana nasib mereka masing-masing di akhirat? Al-Juba’i menjawab: “Orang pertama akan masuk surga, orang kedua akan masuk neraka, dan orang ketiga tidak diberi pahala juga tidak disiksa”. Asy’ari meneruskan lagi: “Tetapi orang yang ketiga berkata; Ya Allah, seharusnya Tuhan memberikan saya umur panjang, maka saya akan menjadi orang yang shaleh dan masuk surga seperti saudara saya. Bagaimana jika begitu kejadiannya?” Al-Juba’i menjawab: “Allah akan menjawab; aku tahu jika kamu berumur panjang, niscaya kamu akan menjadi orang yang tidak percaya kepada-Ku dan akan masuk neraka”. Lalu al-Asy’ari berkata: “Tetapi bagaimana jika orang kedua berkata, Ya Tuhan; mengapa Engkau tidak mematikan saya sewaktu masih kanak-kanak, sehingga saya bisa selamat dari adzab neraka?