Abd. Kadir 333 DIRASAT ISLAMIYAH.

334 Dirasat Islamiyah 5. Cinta yang objeknya adalah di luar diri sendiri dan dalam cinta ini objek dikurbankan untuk kepentingan dirinya. Yang dicintai hanya menjadi objek pemuasan dari cintanya self satisfaction. 6. Cinta untuk melaksanakan ajaran syariat dengan hara- pan mendapatkan balasan pahala dan cinta seperti ini terbimbing oleh nalar yang melahirkan ketaatan dan kegairahan untuk melaksanakan perintah-perintah yang dicintai dengan penuh keikhlasan, rela berham- ba demi suatu yang dicintai. 7. Cinta yang berupa pengurbanan dirinya terhadap yang dicintainya tanpa harapan apapun, kecuali ingin berjumpa dengannya. 17 Bila cinta hanya tertuju kepada Tuhan semata karena Tuhan, seseorang akan mendapatkan pengala- man spiritual yang penuh kenikmatan. Cinta sebagai suatu hal bukanlah sesuatu yang dipelajari oleh sese- orang, kecuali karunia Tuhan dan berasal dari kasih sayangnya. Cinta anugerah-Nya itu dituangkan dalam jiwa hambanya tanpa ikhtiyar, dan memuncak pada penghayatan kesatuan eksistensial antara hamba dengan- Nya. Karena kedekatannya kepada-Nya, Dia meng- anugerahi hambanya terbukanya berbagai rahasia ghaib. Dalam mencintai Tuhan, seharusnya seseorang menyadari ketidakberdayaannya secara total di hada- pan-Nya, sehingga bentuk-bentuk pemunculan sesuatu dalam berhadapan dengan-Nya menjadi hilang, dan 17 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali, Cinta dan Bahagia , penter. Abdullah bin Nuh, Jakarta : Tinta Mas, 1992, hlm. 8.

H. Abd. Kadir 335

substansi dirinya berada dalam kebebasan, karena hanya kepada Dialah ia gantungkan setiap sesuatu. Dalam cinta kepada-Nya semua keinginannya dikurbankan demi yang dicintai. Cinta dan rindu terhadap dzat yang dicintai; menyebabkan seseorang selalu ingin bersua, dapat berhubungan, atau berkomunikasi dengan-Nya. Hal ini didorong karena kecintaan dan kerinduannya merupakan kenikmatan, dan pertemuannya menda- tangkan kebahagiaan. Siapapun dapat merasakan kasih sayang dan cinta-Nya, iapun tertarik untuk mencintai- Nya. Semakin dekat seseorang kepada-Nya, ia semakin cinta, semakin cinta ia semakin taat, semakin taat ia semakin taqwa. 18 Seorang yang cinta kepada-Nya bukan takut melainkan ingin mendekati-Nya. 19 Berdasar kedalaman cinta, maka cinta seseorang bisa berupa : 1. Cinta orang biasa, yaitu ketika seorang merasa senang dengan hanya menyebut namanya. 2. Cinta sejati, yaitu yang mencintai dan yang dicintai berada dalam jarak yang sangat dekat. Cinta seperti ini tidak lagi ditandai dengan hubungan dua subjek yang berhadap-hadapan, kecuali komunikasi dalam suatu diri karena fana’ lenyap nya pihak yang mencintai terhadap yang dicintai, yaitu ketika dimensi spiritualnya menemukan jalan pendakian menuju alam lain dan menjumpai sang kekasih; tetapi secara rasional penjumpaan itu tidak mungkin dideskripsikan 336 Dirasat Islamiyah secara verbal, karena Dia adalah tidak dapat dides- kripsikan atau dzat yang tanpa bagaimana. Ungkapan kedekatannya dengan Tuhan ditandai dengan komunikasi dalam keadaan berhadap-hadapan, kemudian cinta itu tidak lagi ditandai dengan hubungan dua subjek yang berhadap-hadapan, kecuali komunikasi dalam suatu diri karena fana’nya pihak yang mencintai terhadap yang dicintai. Rabi’ah Adawiyah membagi cinta ke dalam dua bagian sebagaimana disebut dalam syairnya: ﺎﻛاﺬﻟ ﻞﻫا ﻚﻧﻻ ﺎﺒﺣو ىﻮﳍا ﺐﺣ ﲔﺒﺣ ﻚﺒﺣا Aku mencintai-Mu dengan dua cinta, cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu. 1. Cinta asmara, yaitu: كاﻮﺳ ﻦﻤﻋ كﺮﻛﺬﺑ ﻰﻠﻐﺸﻓ ىﻮﳍا ﺐﺣﻮﻫ ىﺬﻟاﺎﻣﺎﻓ Cinta karena diriku adalah keadaanku senantiasa mengingat-Mu. 2. Cinta ilahi yaitu: ﺖﻧا ىﺬﻟاﺎﻣاو ﻚﻳرا ﱴﺣ ﺐﺠﳊا ﱃ ﻚﻔﺸﻜﻓ ﻪﻟ ﻞﻫا Cinta karena diri-Mu adalah keadaan-Mu mengung- kapkan tabir shingga Engkau kulihat. 20 20 Harun Nasution Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: UI Press, 1998 , hlm. 73.