Abd. Kadir 167 DIRASAT ISLAMIYAH.

168 Dirasat Islamiyah tertentu atau dikecualikan. Hukum yang disyariat- kan ini bersifat premordial dan perenial yang be- lum mengalami rekayasa atau perubahan apapun dalam bentuknya maupun pemberlakukannya baik yang berhubungan dengan materi, waktu maupun tempat, sehingga dapat diartikan azimah ini meru- pakan hukum yang telah disyariatkan kepada selu- ruh hamba-Nya sejak semula atau sejak pertama kali, dalam arti ia disyariatkan sebagai aturan umum bagi seluruh orang mukallaf dalam keadaan normal. Umpamanya shalat lima waktu diwajibkan kepada setiap orang, semua keadaan orang mukal- laf dipandang mampu melakukannya. Termasuk azimah adalah kelima hukum taklifi wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah, karena kelima hu- kum ini disyariatkan bagi umat Islam sejak semula. Akan tetapi, sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa yang termasuk azimah itu hanya hukum wajib, sunah, makruh, dan mubah saja. Ada pula yang membatasi hukum wajib dan sunah saja, serta ada pula yang membatasi dengan wajib dan haram saja. 2. Rukhsah Secara etimologi rukhshah berarti kemudahan, kelapangan, dan kemurahan. Sedangkan kata rukhshah menurut terminologi adalah hukum yang ditetapkan berdasarkan suatu dalil tertentu tetapi diberlakukan tidak sebagaimana mestinya karena adanya udzur. Hal ini dimaksudkan untuk mem-

H. Abd. Kadir 169

berikan kemudahan bagi mukallaf pada keadaan tertentu supaya dapat terhindar dari tuntutan hukum itu, tetapi hukum itu tetap dijalankan sesuai dengan kadar kemampuannya. Udzur yang menyu- karkan pelaksanaan hukum membolehkan pelaksa- naannya berbeda dengan hukum asal ‘azimah, sehingga dengan demikian hukum syariat yang tidak mampu dilaksanakan oleh seseorang menurut kondisi asalnya diberikan rukhshah yang meringan- kan dalam hal-hal yang khusus sesuai dengan kapasitas kemampuan pelakunya. Bahkan bila ada udzur memperbolehkan sesuatu yang dilarang de- ngan dalil tertentu dapat dilaksanakandikerjakan dalam kapasitas tertentu; atau sebaliknya sesuatu yang diperintahkan dapat ditinggalkan bilamana dalam keadaan udzur. Rumusan ini menunjukkan bahwa hukum rukhshah hanya berlaku apabila ada dalil yang menunjukkan dan atau ada udzur yang menyebabkannya. Hukum rukhshah yang disebab- kan oleh adanya udzur dikecualikan dari hukum asalnya pada umumnya berlaku selama masih ada udzur. Hukum rukhshah ini datangnya kemudian setelah hukum asalnya. Dengan demikian, rukhshah itu adalah keringanan yang diberikan Allah sebagai pembuat hukum kepada mukallaf dalam suatu keadaan tertentu yang berlaku terhadap mukallaf, sehingga dengan keringan ini pelaksanaan hukum ini berbeda hukum asalnya. Pada dasarnya rukhshah itu adalah pembebasan sebagian atau seluruhnya bagi mukallaf untuk 170 Dirasat Islamiyah melakukan tuntutan hukum asalnya dalam keadaan darurat. Dengan sendirinya hukum itu menjadi mubahboleh, baik dalam mengerjakan sesuatu yang terlarang maupun meninggalkan sesuatu yang diperintah. Namun dalam hal menggunakan hukum rukhshah bagi orang yang telah memenuhi syarat untuk itu terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tergantung kepada bentuk udzur yang menyebabkan adanya rukhshah itu. Menggu- nakan hukum rukhshah dapat menjadi wajib seperti memakan bangkai bagi orang yang tidak mendapatkan makanan yang halal, sedangkan ia khawatir bila ia tidak menggunakan rukhshah akan mencelakakan dirinya. Bangkai menurut hukum aslinya adalah haram dimakan oleh semua mukallaf, akan tetapi bagi yang keadaan terpaksa diperkenankan memakannya, asal tidak berlebih- lebihan. Haramnya bangkai dalam contoh di atas adalah azimah, sedangkan boleh memakannya dalam keadaan terpaksa adalah rukhsah. Akhirnya rukhsah terjadi pada saat mukallaf me- ngalami masa-masa yang sulit dan darurat, sehing- ga memerlukan adanya kemudahan dari Allah. Orang yang tidak mampu melaksanakan shalat dengan berdiri maka dia boleh shalat sesuai dengan kemampuannya, duduk, terlentang atau berbaring dsb. Tujuan rukhshah adalah memberikan keringanan dan menolak kesulitan. Baik kesulitan yang tidak dapat dipikul manusia apalagi kesulitan yang sudah