Abd. Kadir 351 DIRASAT ISLAMIYAH.

352 Dirasat Islamiyah 353 A. Pengantar Seringkali manusia dihadapkan pada persoalan hakikat, kebenaran, kebaikan, fungsi dan lain sebagai- nya. Premis-premis tersebut sulit didapatkan dalam dunia empiris dalam bentuk materi atau bendawi. Untuk mengenal premis-premis itu manusia merumuskannya dalam rumusan yang mudah dipahami. Dengan cara ini manusia mengalihkan pengenalan terhadap premis-pre- mis itu dari alam bendawi ke alam akali. Premis-premis itu tidak dikenal sebagai objek yang berada di luar dirinya dan terpisah darinya. Pemindahan pengenalan dari alam duniawi ke alam akali menjadikan premis- premis itu bukan sebagai objek terpisah darinya, tetapi objek yang ada pada dirinya secara inklusif. Masuknya pengenalan itu ke dalam alam akali menyebabkan orang mampu memikirkannya tanpa harus berdampingan dengan sesuatu benda, karena premis-premis itu bersifat abstrak. Tetapi melalui deskripsi akali ini seseorang mampu memahaminya dan orang lain pun turut mema- hami sesuai dengan pemahaman yang menyampaikan deskripsinya. Dengan demikian kemampuan seseorang untuk mengenal sesuatu bukan semata berdasarkan BAB VIII STUDI FILSAFAT 354 Dirasat Islamiyah kemampuan indrawi semata, tetapi juga melalui fungsi- fungsi jiwa yang tidak bersifat inderawi. Kadang-kadang manusia mencari sebab-sebab dari setiap peristiwa yang disaksikannya, tetapi ia tidak akan pernah bisa mengenali sebab yang membawa akibat; atau sebaliknya akibat yang terjadi karena sebab tanpa melakukan penalaran. Walaupun peristiwa terjadi secara empiris namun kalau ia tidak pernah memikirkannya maka ia tidak pernah mengerti tentang hubungan sebab dan akibat. Tanpa kemampuan akal maka fakta sebab akibat tidak bisa dihubung-hubungkan. Dengan kemam- puan akalnya ini manusia mampu menyatakan kebera- daan, kebenaran dan kebaikan sesuatu walaupun tanpa fakta empiris. Fakta ini hanya semata fakta dan tidak bisa dimengerti bila tidak dipikirkan.Sesuatu itu dinggap ada, benar atau baik bilamana memang sesuatu itu secara nalar ada, benar atau baik. Kemampuan seperti ini yang mendorong seseorang berfilsafat tentang sesuatu objek. Dengan demikian perlu penggunaan filsafat untuk menuntun manusia paham dan mengerti sesuatu. Dan manusia beraktivitas menurut yang ia pahami, kecuali aktivitas itu berupa gerak reflek. B. Pengertian Kata filsafat dalam bahasa Indonesia atau falsafah bahasa Arab dan dalam bahasa Inggris philosophy – berasal dari bahasa Yunani philos berarti cinta dan shopos berarti kebijaksanaan philos: love: shopos: a

H. Abd. Kadir 355

sage, a wise one, wisdom. 1 Penggunaan kata philos digunakan untuk cinta yang sangat tinggi. Filsafat secara etimologi berarti cinta kebijaksanaan. Orang yang mencintai filsafat disebut filosof dalam bahasa Arab failusuf dan dalam bahasa Inggris philosopher. Alasan penggunaan kata filsafat hanya untuk orang yang mencintai kebijaksanaan, karena orang yang bijaksana adalah orang yang melakukan perbuatan berdasar ilmu. Seseorang tidak mungkin meraup semua ilmu karena ilmu itu tiada batasnya sedangkan kemampuan manusia terbatas. Manusia hanya mampu berusaha sekuat tenaga dan mencapai pengetahuan sebatas kemampuannya. Orang yang selalu berusaha mencari pengetahuan hanyalah orang yang cinta pengetahuan philoshopos. ُﺔَﻔَﺴْﻠَﻔْﻟَا : ُﺔَﻤْﻜِْﳊَا - ﺎَﻬْـﻴِﻓ ِﻦﱡﻨَﻔَـﺗَو ِﺔَﻴِﻤْﻠِﻌْﻟا ِﻞِﺋﺎَﺴَﻤْﻟا ِﰱ ُﻖﱡﻧَﺄﱠﺘﻟَا - ِءﺎَﻴْﺷَﻻْا ُﻢْﻠِﻋ َﱃْوُﻻْاﺎَﻬِﻠَﻠَﻋَوﺎَﻬِﺋِدﺎَﺒَِﲟ Filsafat adalah cara berpikir menurut tata tertib logika dengan bebas radikal tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama dan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar akar persoalannya. 2 Filsafat adalah telaah tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam 1 Peter A. Angeles, Dictionary of Philosophy New York: Harper Collins Publishers, 1991,hlm. 211. 2 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1973, 2. 356 Dirasat Islamiyah mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehing- ga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah men- capai pengetahuan. 3 Filsafat merupakan segala tindakan yang berhu- bungan dengan alam pikiran manusia. Manusia ber- filsafat adalah manusia yang berpikir, walaupun tidak semua hasil pemikiran manusia dapat disebut sebagai filsafat, karena berfilsafat memerlukan kegiatan berpikir secara mendalam dan radikal tentang segala sesuatu dalam aturan logis, sistematis dan bertanggung jawab. Maka yang menjadi syarat bagi seorang filosof adalah: struktur pemikirannya bersifat kritis, bebas, radikal, komprehensif, kontemplatif bahkan sampai spekulatif. Dengan demikian filsafat hasil kegiatan berpikir secara mendalam tentang segala sesuatu tanpa harus dibatasi atau diarahkan oleh dogma, kepercayaan dan doktrin tertentu, tetapi semata-mata hasil pemikiran yang jernih dengan tidak dipengaruhi oleh apapun dan siapa pun. Orang yang berfilsafat adalah orang yang mencurahkan pemikirannya tanpa dilandasi atau ber- pijak pada pemikiran orang lain. Di dunia Arab dikenal pula istilah hikmah baik sbelum mereka berkenalan dengan istilah filsafat atau sesudah mengenalnya. Hikmah dalam makna premor- dialnya adalah ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu sebagaimana adanya sekedar berdasar kemam- 3 Hasbullah Bakri, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, hlm.25-26.