Abd. Kadir 71 DIRASAT ISLAMIYAH.

72 Dirasat Islamiyah satu sama lain susah dihindari. Kebingungan menimpa umat Islam yang berada di bawah Dawlah Islamiyah yang semakin luas, karena leterasi tulisan Arab bukan hanya untuk kepentingan penulisan al Qur-an, tetapi juga untuk kepentingan administrasi negara. Banyak orang tidak bisa membedakan antara kalimat aktif bina’ ma’lum dengan kalimat pasif bina’ majhul. Dalam al Qur-an banyak orang membaca نﻮﻠﺘﻘﻳو نﻮﻠﺘﻘﻴﻓ fa yaqtuluna wa yuqlataluna bentuk aktif dan pasif, tetapi yang lain membaca sebaliknya نﻮﻠﺘﻘﻳو نﻮﻠﺘﻘﻴﻓ fa yuqtaluna wa yaqtuluna bentuk pasif dan aktif. Tetapi sejalan dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam, maka turut berkembang pula literasi tulisan Arab. Pada era pemerintahan Abdul Malik bin Marwan 65685-86705 khalifah kelima dari Dinasti Umayyah datanglah seorang ahli tata bahasa Arab dengan konsep barunya tentang penulisan al Qur-an, yaitu Abu al Aswad al-Duali wafat 688. Dia memperkenalkan sistem literasi bahasa Arab dengan menempatkan titik-titik berwarna yang besar untuk menunjukkan tanda tertentu pada masing-masing huruf. 5 Titik di atas huruf dibaca fathah, di bawah huruf dibaca kasrah dan disela-sela huruf atau di akhir huruf dibaca dlammah dan titik dua berarti sukun. Kemudian karya al Duali ini disempur- nakan kembali oleh al Khalil bin Ahmad al-Farahidi wafat 786 dengan mengganti titik-titik itu. Titik di atas diganti dengan huruf alif yang dimiringkan dan tetap dibaca fathah, alif yang dimiringkan di bawah huruf 5 Manna’ Khalil al Qaththan, Mabahist …., hlm. 78.

H. Abd. Kadir 73

menunjukkan harakat kasrah, dlammah diganti dengan wawu miring sedangkan tanwin ditandai menggandakan tanda-tandanya; sukun mewakili konsonan, syiddah menandakan konsonan ganda dan maddah menandakan bacaan panjang. Diakritik baru yang digunakan sejak awal abad ke-11 M. ini dikenal dan disebut rasam Hijazi dan merupakan teks al-Qur-an ini yang paling banyak digunakan saat ini. Berbeda dengan naskah dari Dinasti Umayyah dan sebelumnya; naskah pada era Dawlah Abbasiyah disalin dalam jumlah besar. Hal ini bersamaan dengan ditemu- kannya produksi kertas. Namun naskah yang dibuat pada masa ini dan sebelumnya sulit ditemukan masa kini. Tetapi pada tahun 1972 ketika dilakukan renovasi masjid agung Sanaa Yaman, para pekerja menemukan sebuah tumpukan kertas terpendam yang berisi puluhan ribu korpus yang memuat ayat-ayat al Qur-an. Naskah yang sekarang tersimpan di mesium Sana’a itu sulit untuk ditentukan tempat dan tahunnya naskah itu dibuat dan ditulis sungguhpun telah diadakan uji lab tes carbon. I. Qiraat al Qur-an Pada masa klasik Islam abad VII s.d. XIII M ada tradisi membaca Al-Qur-an berorientasi pada qiraah ulama di Kufa, Basrah, Madinah, Damaskus dan Mekah. Pada era pemerintahan Dawlah Abbasiyah perhatian pokok tentang al Qur-an ditujukan pada qiraahnya bacaannya. Tokoh sentral dalam masalah ini adalah Abu Bakr bin Mujahid meninggal 324936. Tokoh ini mengkompilasi berbagai macam qiraah yang memang 74 Dirasat Islamiyah tumbuh sejak Nabi masih hidup. Pada zamannya Nabi membiarkan berbagai kabilah membaca al Qur-an menurut dialeknya, sehingga tumbuh berkembang ber- bagai macam qiraah. Untuk membatasi berkembangnya jumlah qiraah Abu Bakar bin Mujahid hanya memilih tujuh guru al Qur-an terkenal dan menyatakan bahwa bacaan mereka shahih karena diterima dari Nabi dengan sanad muttashil rangkaian periwayatan yang bersam- bung. Ibnu Mujahid memilih bacaan yang diriwayatkan oleh: a Nafi ʿ meninggal 169785, b Ibnu Katsir wafat 120737, c Abu ʿ Amr meninggal 154770, d Ibnu ʿ Amir meninggal 118736, e Asim wafat 127744, f Hamzah meninggal 156772, dan g al-Kisaʾi meninggal 189804. Tetapi ada pula yang menambahkan lebih dari tujuh, yaitu: i Hafsan Asim. j. Abu Ali Muhammad bin Muqla wafat 940,