Abd. Kadir 99 DIRASAT ISLAMIYAH.

100 Dirasat Islamiyah Ketiga ungkapan penyampaian periwayatan hadits di atas pada umumnya digunakan dalam keadaan jika seorang periwayat mendapat hadits dengan cara bertemu langsung dari seorang yang meriwayatkan hadits ada’. Biasanya perawi pendahulunya itu adalah gurunya. Jika menggunakan ungkapan haddatsana berar- ti penerimaan tahammul secara berjama`ah dan haad- datsani bermakna bahwa penerimaannya perseorangan. Secara umum ungkapan kata-kata periwayatan di atas diartikan bertemu langsung. Namun secara teknis orang yang bertemu langsung mempergunakan ungka- pan-ungkapan: 1. Preposisi periwayatan haddatsanahaddatsanisami’tu ُﺖْﻌَِﲰ ِْﲎَﺛﱠﺪَﺣ َﺎﻨَﺛﱠﺪَﺣ dipergunakan dalam metode al sama` ْعﺎَﻤﱠﺴﻟا artinya seorang murid mendengarkan penyam- paian hadits dari seorang guru syaikh secara langsung. Guru membacakan hadits kepada muridnya dan sang murid mendengar bacaannya. Di sini nampaknya guru lebih aktif, tetapi muridpun ditutut tetap aktif karena mereka dituntut mampu melafalkan dan hapal apa yang ia dengar dari guru. Hadits yang menggunakan lambang periwayatan tersebut dalam segala tingkatan berarti sanadnya bersambung mutta- shil, masing-masing periwayat dalam sanad bertemu langsung dengan gurunya. 2. Preposisi periwayatan ِْﱏَﺮَـﺒْﺧَأ ﺎﻧَﺮَـﺒْﺧَأ dipergunakan da- lam metode al qira-ah atau al ’ardh, artinya seorang murid membaca dan yang lain ikut mendengarkan dan didengarkan pula oleh seorang guru. Metode ini

H. Abd. Kadir 101

juga juga dihukumi muttashil bertemu langsung an- tara murid dan guru. Dalam dunia pesantren metode ini dikenal dengan metode sorogan, yang diartikan murid mengajukanatau menyodorkan bacaannya di hadapan guru dan guru mendengarkan bacaannya, dan guru akan meberikan komentar dan koreksi terhadap bacaan muriddnya itu. 3. Preposisi periwayatan ِْﱏَﺄَﺒْـﻧَأ ﺎﻧَﺄَﺒْـﻧَأ dalam metode ijazah, artinya seorang guru memberikan izin periwayatan hadits kepada seorang atau beberapa orang muridnya yang terpilih karena memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Hadits yang disampaikan dengan metode ijazah adalah hadits-hadits yang yang telah terhimpun dalam kitab-kitab hadits. Metode ijazah itu hanya merukapan tali pengikat antara guru dan murid semata. Kualitas hadits bergantung kepada periwayatan antara guru dengan para periwayat sebelumnya atau naskah yang diijazahkan. 4. Lambang periwayatan lainnya qala li ِْﱃ َلَﺎﻗ ia berkata kepadaku atau dzakara li ِﱃ َﺮَﻛَذ ْ ia menyebutkan kepadaku. Kedua ungkapan ini dipergunakan dalam menyampaikan hadits metode sama` al-mudzakarah, artinya murid mendengar bacaan guru dalam kontek mudzakarah. 5. Lambang periwayatan ’an ْﻦَﻋ dari menunjukkan bahwa hadits yang diriwayatkan dan menggunakan kata `an disebut hadits mu`an`an. Menurut jumhur ulama dapat diterima asal periwayatnya tidak mudal- lis penyimpan cacat dan dimungkinkan adanya 102 Dirasat Islamiyah pertemuan antara murid dengan gurunya. Jika tidak memenuhi dua persyaratan ini maka tidak dihukumi muttashil. 6. Preposisi kalimat pasif, misalnya: dzukir , ruwiya, yuhka, yudzkaru, yurwi َﺮِﻛُذ ،َيِوُر ،ﻰَﻜُْﳛ ،ُﺮَﻛْﺬُﻳ ،ىَوْﺮُـﻳ diriwayatkan, disebutkan, diceritakan, diriwayatkan, dan disebutkan, tidak dihukumi shahih. G. Kedudukan Hadits Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan kaum muslim tentang pentingnya hadits. Al Qur-an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran Islam, maka antara al Qur-an dengan hadits tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan integral. َنوُﺮﱠﻜَﻔَـﺘَـﻳ ْﻢُﻬﱠﻠَﻌَﻟَو ْﻢِﻬْﻴَﻟِإ َلﱢﺰُـﻧ ﺎَﻣ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ َﱢﲔَـﺒُﺘِﻟ َﺮْﻛﱢﺬﻟا َﻚْﻴَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَﺰْـﻧَأ Dan Kami turunkan kepadamu al Qur-an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang ditu- runkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir. QS:al Nahl:16: 44. Pada dasarnya para ulama dapat menerima hadits sebagai bagian integral sumber syariat Islam, hanya saja mereka berbeda dalam memposisikan hadits Nabawi dalam struktur sumber syariat Islam. Para ahl al hadits beranggapan bahwa hadits merupakan sumber hukum yang independen dan mandiri dan sejajar dengan al Qur-an; sedangkan para ahl al Qur-an beranggapan bah- wa hadits sebagai sumber yang dependen dan sebagai