Abd. Kadir 405 DIRASAT ISLAMIYAH.

406 Dirasat Islamiyah I’tibar atau berari mengambil pelajaran dari fenomena yang terjadi di alam ini melalui premis-premis sebagai- mana diteorikan dalam logika sillogisme adalah sangat dianjurkan untuk mencapai kebenaran melalui akal. Dan logika sebagai produk akal itu hanya mung- kin dilakukan bagi orang yang mempunyai kapasitas pemikiran yang baik. Dan penggunaan akal sebagai dorongan dan perintah Tuhan kepada setiap manusia yang harus diimplementasikan dalam semua aspek kehidupannya. Bahkan penggunaan akal itu menjadi wajib bilamana hanya dengannya kebenaran yang subtansial bisa dicapai. Ayat al Qur-an sebagai referensi utama bagi kehidu- pan orang muslim tidak selalu memberikan informasi yang mudah dicerna oleh pikiran yang sederhana. Kadang-kadang isinya memerlukan refleksi yang men- dalam dan memerlukan pemikiran yang tinggi seba- gaimana ditampilkan dalam ayat-ayat mutasyabihat. a. Muhkam dan Mutsyabih Sebagaimana dinyatakan oleh al Qur-an: بﺎﺘﻜﻟا مأ ﻦﻫ تﺎﻤﻜﳏ تﺎﻳآ ﻪﻨﻣ بﺎﺘﻜﻟا ﻚﻴﻠﻋ لﺰﻧأ يﺬﻟا ﻮﻫ ﻪﻨﻣ ﻪﺑﺎﺸﺗ ﺎﻣ نﻮﻌﺒﺘﻴﻓ ﻎﻳز ﻢ ﻮﻠﻗ ﰲ ﻦﻳﺬﻟا ﺎﻣﺄﻓ تﺎ ﺎﺸﺘﻣ ﺮﺧأو ﰲ نﻮﺨﺳاﺮﻟاو ﷲا ﻻإ ﻪﻠﻳوﺄﺗ ﻢﻠﻌﻳ ﺎﻣو ﻪﻠﻳوﺄﺗ ءﺎﻐﺘﺑاو ﺔﻨﺘﻔﻟا ءﺎﻐﺘﺑا بﺎﺒﻟﻷا اﻮﻟوأ ﻻإ ﺮﻛﺬﻳ ﺎﻣو ﺎﻨﺑر ﺪﻨﻋ ﻦﻣ ﻞﻛ ﻪﺑ ﺎﻨﻣآ نﻮﻟﻮﻘﻳ ﻢﻠﻌﻟا Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab Al-Quran kepada kamu. Di antara isi nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al-Quran

H. Abd. Kadir 407

dan yang lain ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat- ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabi- hat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melain- kan orang-orang yang berakal. QS: Ali Imran:3:7 Dalam memedomani ayat tersebut di atas Ibn Rusyd mengakui tentang doktrin ayat-ayat muh- kam dan ayat-ayat mutasyabih. Ayat-ayat muhka- mat adalah ayat-ayat yang mengandung penger- tian yang jelas dengan tidak banyak mengandung banyak pilihan arti, sedangkan ayat-ayat muta- syabihat adalah ayat-ayat yang mengandung kata- kata dengan makna yang kurang jelas dan memiliki banyak arti. Terhadap ayat yang seperti ini Ibn Rusyd cenderung mengambil makna majazi meta- fora dan mengesampingkan makna hakikinya. Ayat-ayat yang mengandung makna sesuai hasil pemikiran filsafat yang bersifat rasional, maka ayat- ayat itu harus dipahami dan diaplikasikan sesuai penjelasan filsafat, sebab ayat semacam ini diang- gap ayat-ayat muhkamat. Tetapi apabila sebalik- nya, karena ayat-ayat itu tidak memberikan pema- haman yang logis rasional, maka ayat-ayat itu 408 Dirasat Islamiyah ditakwil sesuai dengan pengertian yang dipahami oleh filsafat; sebab ayat-ayat semacam ini dianggap sebagai ayat-ayat mutasyabihat. Penggunaan takwil disini agar ayat-ayat itu memberikan kejelasan dan tidak ambigu. b. Pengertian Qadim dan Huduts Ibn Rusyd memberikan pengertian qadim sebagai sifat Tuhan adalah dzat yang keberadaannya tanpa sebab dan tanpa permulaan sebagaimana istilah semacam ini banyak dipergunakan oleh muta- kallimin. Namun disamping itu Ibn Rusyd juga menerima arti qadim dalam perspektif filosof bahwa qadim bisa mengandung makna sesuatu yang ada sejak dahulu disebabkan olehyang qadim. Bagi Ibn Rusyd sebagaimana juga Aristoteles mem- bagi sebab itu kedalam empat kategori: 1 Material Cause ‘Illah al-Maddiyahsebab materi; 2 Formal Cause ‘Illah al-Shuwariyyahsebab bentuk; 3 Efficient Cause ‘Illah Fa`ilahdaya guna;. 4 Final Cause ‘Illah al-Ghayahtujuan.. Tetapi sebab itu dari segi dzat adalah lebih dahulu dari akibat yang disebabkan, karena sebab ada- lah sumber dari akibat; walaupun dari segi waktu keduanya ada secara bersamaan. Tidak ada kesen- jangan waktu antara kemaujudan Tuhan dan dan makhluknya. Prinsip semacam ini didasarkan pada pemikiran bahwa Tuhan tidak mengambil ruangan waktu. Seandainya Tuhan membutuhkan ruang dan waktu