Abd. Kadir 419 DIRASAT ISLAMIYAH.

420 Dirasat Islamiyah jung Arab secara geografis. Wilayah itu terbagi dua bagian besar, yaitu wilayah tengah dan bagian pesisir 3 . Daerah tengah adalah daerah padang pasir Sahara yang luas dan jarang ditemukan sungai-sungai yang mengalir- kan air secara tetap kecuali hanya lembah-lembah yang berair pada musim hujan. Wilayah tengah ini dapat diklasifikasikan ke dalam: 1. Sahara Langit yang memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil yang membujur dari barat ke timur, dengan udara yang tidak banyak mengandung uap air, dan tiupan anginnya seringkali menimbulkan kabut debu. Oase maupun sumber air sulit ditemukan. 2. Sahara selatan bentangannya menyambung Sahara Langit dengan arah timur sampai bagian selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan daerah keras, tandus dan pasir bergelombang. Daerah ini seringkali disebut dengan al Rub al Khali bagian yang sepi. Sahara Harrat suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam. Gugusan batu ini menyebar di keluasan Sahara ini 4 . Adapun wilayah pesisir adalah bagian kecil yang mengelilingi Jazirah Arabia di sekitar pantai-pantai yang berada di pinggiran teluk Persia, Selat Hormuz, Lautan Hindia, dan Laut Merah dan Laut Meriditania. Wilayah di Pegunungan Sarawat yang melintasi garis pantai sebe- lah barat sejak dahulu merupakan tanah gersang. Meski tidak banyak perairan, tetapi beberapa sumbernya terda- pat di bawah tanah dan sejak dulu berfungsi sebagai urat 3 Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: , hlm. 9. 4 Ibid , hlm. 10.

H. Abd. Kadir 421

nadi pemukiman manusia dan kafilah-kafilah. Para ilmu- wan menganggap wilayah tersebut sebagai tempat kelahiran suku bangsa Semit, meski sebenarnya tak ada kata mufakat di antara mereka. 5 Bangsa Semit yang mendiami Jazirah Arabiah jumlahnya sedikit dan berupa kabilah-kabilah maupun suku-suku nomadik yang berpindah dari satu ke tempat lain, terutama yang bermukim di wilayah Sahara. Mere- ka berpindah untuk mencari air dan padang rumput untuk ternaknya, kecuali bagi mereka yang bermukim di wilayah pesisir mereka hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Bangsa Semit sebagai asal usul bangsa Arab dan Israel merupakan keturunan serumpun dari Nabi Ibrahim dan keturunan Qahthan. 6 Keturunan Qahthan yang dise- but dengan Qahthaniyun mendiami bagian selatan Jazi- rah Arab, sedangkan bagian utara didiami oleh keturu- nan Ismail bin Ibrahim yang dikenal dengan golongan Adnaniyun. Namun pencampuran dan pembauran golo- ngan itu terjadi ketika perpindahan mereka dari utara ke selatan atau sebaliknya, karena didorong oleh sifat no- madiknya itu. Suku bangsa nomad ini terus mengalami perubahan; Bani Haritsah yang kemudian dikenal seba- gai Banu Khuzaa tinggal di Hejaz, kemudian menjadi pemelihara Baitullah atau Kabah di Mekah. Wilayah Hijaz sebagai daerah tandus dan sulit dijangkau adalah wilayah penyangga antara utara dan selatan yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain. 5 Ibid , hlm. 11. 6 Ibid. 422 Dirasat Islamiyah Namun wilayah ini dengan salah satu kotanya Mekah kemudian menjadi penting ketika para kafilah dagang dari utara ke selatan maupun sebaliknya membawa komoditas dagangannya melalui kota ini sebagai kota transit. Jadilah Mekah sebagai kota transit dan metro- polis dengan penduduk dan pendatangnya dari berbagai suku, kabilah maupun bangsa-bangsa yang berbeda. Kota ini menjadi kota yang sangat strategis sekali dengan datangnya para pedagang bercampur dengan para peziarah Ka’bah untuk melakukan manasik haji sebagai- mana diajarkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Disam- ping itu, Ka’bah menjadi tempat pemujaan bagi penga- nut agama berhala. Sebelum kedatangan Nabi Muham- mad ada 360 berhala yang menempaati Ka’bah. Hubal yang dianggap sebagai berhala dan dewa terbesar yang terletak di Ka’bah, Lata yang dianggap sebagai dewa tertua berada di Thaif, Manat yang kedudukannya di bawah Hubal bertempat di Yatsrib Madinah. Kepada mereka para penganut agama berhala menanyakan peruntungan nasibnya. Kondisi wilayah dan kota Mekah yang semakin kompleks ini memerlukan pengelolaan manajemen perkotaan yang baik guna memenuhi layanan kepenti- ngan beragai pihak: penduduk setempat, pedagang dan para peziarah. Tenaga terampil dan profesional pada masanya diberi kepercayaan untuk mengurusi bidang- bidang tertentu. Mula-mula para pengelola kota Mekah berada di tangan kabilah Bani Jurhum untuk urusan politik dan kabilahketurunan Ismail sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan politik ini kemudian