Abd. Kadir 429 DIRASAT ISLAMIYAH.

430 Dirasat Islamiyah proteksi pada mereka merupakan suatu kehormatan disamping tanggung jawab. Kota Mekah sebagai kota kenegaraan selalu siap menyambut setiap pendatang yang menghadiri perayaan, melakukan ibadah haji, atau pun sekadar transit dengan rombongan dan kendaraan untanya. Qushay lah yang mengorganisasikan semua pela- yanan kepada semua penduduk dan pengunjung kota Mekah dengan fasilitas yang memadai menurut ukuran zamannya dan dia pulalah yang memikul tanggung jawab terhadap keamanannya. Abd-Manaf keturunan kedua dari Qushay, Hasyim bin Abd Manaf keturunan ketiga dari Qushay mengambil peran masing-masing di bawah koordinasinya. Sewaktu Hasyim melakukan kunjungan dagang ke Madinah ia terpikat kepada seorang wanita bangsawan suku Khaza’i Salma bint Amr dan wanita itu dinikahinya serta dibawanya pulang ke Mekah. Namun saat kehamilan puteranya pertamanya Salma memilih kembali ke Madinah dan berkumpul dengan keluarga besarnya. Beberapa kelahiran dari kehamilan dari Salma tidak tertolong dengan baik dan meninggal dunia ketika masih kecil. Akhirnya keluarga ini bernadzar bahwa apabila terjadi kelahiran puteranya yang lain mereka akan memberinya nama Syaibah, -orang yang berambut uban- sebagai lambang harapan puteranya akan hidup sampai tua. Namun kelahiran Syaibah yang selamat dari malapetaka kematian ketika masih balita tidak menda- tangkan kebahagiaan yang penuh bagi keluarga mereka, karena ayahnya – Hasyim bin Abd Manaf- meninggal di

H. Abd. Kadir 431

Gaza pada saat melakukan misi perdagangan. Pengasu- han Syaibah sempat diperselisihkan dan dipertentangkan antara al Muthalib bin Abd Manaf -saudara kandung ayahnya- dengan Salma bint Amr ibunya Syaibah sen- diri. Berdasarkan tradisi suku Qurays yang patrialchart, maka Syaibah harus diasuh oleh pamannya yang ber- nama al Muthalib bin Abd Manaf sampai mencapai usia dewasa. Kembalinya paman dan keponakannya ke Me- kah menimbulkan salah tafsir penduduk Mekah bahwa al Muthallib pulang dari Madinah membawa hamba sahaya budak, sehingga penduduk Mekah memanggil Syaibah dengan panggilan Abd al Muthallib sahaya al Muthallib, mengingat al Muthallib sebagai pengurus al Siqaya dengan tugas yang berat memerlukan pembantu. Setelah pamannya al Muthallib meninggal Abdul-Muttalib mewarisi tugas Siqaya pengadaan air minum buat para jamaah haji dan Rafada pengumpul bantuan keuangan untuk para jamaah haji miskin. 41 Setelah Abd al Muthalib mampu merevitalisasi sumur zamzam ia memperoleh kehormatan untuk menjadi gubernur kota Mekah. Jabatan dan kehormatan yang disandangnya tidak melupakan nadzar yang pernah diucapkannya bahwa jika ia diberi sepuluh orang putera, maka salah satu puteranya akan dikorbankan demi sebuah patung berhala. Nadzar itu diucapkan berdasar- kan pengalamannya sendiri bahwa saudara-saudaranya meninggal ketika masih kecil dan hanya dia sendiri yang bisa bertahan hidup sampai tua. Ketika ingin melaksanakan nadzarnya Abdul- Mutallib memilih salah satu puteranya melalui undian. 432 Dirasat Islamiyah Nama puteranya termuda dan paling dicintai, Abdullah terpilih melalui undian itu. Orang Quraysh tidak suka dengan kurban yang berupa manusia, tetapi kurban itu harus tetap dijalankan dengan menggantinya binatang ternak. Abdullah yang akan dikurbankan itu kemudian ditaksir sepadan dengan harga kurban seratus unta. F. Kelahiran Nabi Muhammad Pasca pengurbanan seratus unta itu Abdullah dibawa oleh ayahnya Abd Muthalib menyambangi keluarganya dan ziarah ke pusara neneknya –Salma bin Amr yang juga ibunya Abd Muthalib- di Madinah. Di tempat ini Abdullah bertemu dengan seorang wanita bernama Aminah dan ia menikahinya. Abdullah dan Aminah hidup rukun penuh sakinah mawaddah dan rahmah dan ia mencukupi nafkah keluarganya dengan melakukan perdagangan ke Syria. Namun sepulangnya dari Syria Abdullah jatuh sakit sampai akhirnya ajal menjemputnya di saat Amina mulai kehamilan putera pertamanya –Muhammad- dalam usia tiga bulan. Sejarah kehidupan putera ini –Muhammd- disampaikan dari mulut ke mulut sampai akhirnya para ahli sejarah membukukannya dalam bentuk sirah bio- grafi. Muhammad kecil pernah disusukan kepada Tsuwaibah al Aslamiyah dan ia pula pernah hidup di badiah pedesaan dalam asuhan Halimah al Sa’diyah. Ketika usianya masih enam tahun ibunya meninggal dunia dan asuhan Muhammad berpindah ke kakeknya Abd Muthallib. Tidak lama dalam asuhan kakeknya ia- pun ditinggalkannya, karena kakeknya meninggal dunia.