Abd. Kadir 293 DIRASAT ISLAMIYAH.

294 Dirasat Islamiyah Pada dasarnya pengenalan kepada-Nya sama sekali melampaui batas kemampuan kognitif dan manusia hanya mampu membentuk gagasan-gagasan yang amat kabur dan tidak sempurna. Gagasan-gagasan itu pula yang ditampilkan sebagai konsep bahwa Tuhan itu adalah Wajib al Wujud wajib ada, yaitu keberadaannya menjadi keharusan dan ketia- daannya menimbulkan kemustahilan dalam pkikiran. Tuhan tidak memerlukan identitas dan realitas yang bisa didefinisikan. Kepastian ada-Nya disebabkan oleh Dzatnya sendiri. Yang pasti ada oleh dzatnya sendiri jika dipikirkan akan terkena hukum kemustahilan atau yang pasti ada karena dzatnya sendiri mustahil tidak ada. Rasionalisasi eksistensi sebagaimana tersebut di atas justeru ingin mendekatkan dan memastikan bahwa Tuhan sebagai asal dan sumber segala sesuatu yang lain-Nya. 5 Suatu konsep ketuhanan yang dielaborasi dari sebuah pengertian dan pemahaman rasional menjadi dasar keimanan seseorang sebelum ia menemukan dasar keimanan yang lebih valid. Keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan menjadi objek kepedulian dari orang yang mempercayai dan mengimani-Nya. Analisis singkat terhadap keimanan dapat dimulai dari 5 Hosen Nashr, An Introduction to Islamic Ontological Doctrines , New York: State University, 1993, hlm 18.

H. Abd. Kadir 295

keberagamaannya. Asumsi dasar dari semua aktivitas dan sikap yang lahir dari seseorang dapat disebut sebagai prilaku dan sikap kebe- ragamaan bilamana didasarkan pada keima- nan kepada-Nya, karena keimanan menjadi indikator penting tentang keberagamaannya. Atas dasar pemikiran seperti itu maka tiada tempat bagi manusia memperbincangkan Tu- han dalam pandangan yang negatif, sebagai akibat ketidakmampuan manusia menggam- barkan kemutlakan-Nya dengan persepsi yang terbatas. Sesuatu yang mutlak bilamana dita- kar dengan yang terbatas maka akan menjadi terbatas dalam persepsi dan konsep. Oleh karena itu bagaimana manusia dengan keter- batasannya mampu memberikan legitimasi persepsi negatif tentang Tuhan. Maka kewajiban seorang muslim dalam pan- dangan ilmu akhlak menata hati, pikiran dan perasaan dengan meneguhkan sikap bahwa Tuhan itu Mahabaik seperti yang ditunjukkan melalui sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Setiap yang diciptakan dan ditakdirkan oleh-Nya mengandung hikmah yang kadang-kadang manusia tidak mengerti hikmah yang ada di balik sesuatu peristiwa. ْﻲَﺷ ﱠﻞُﻛ ْﺖَﻌِﺳَو ِﱵَْﲪَرَو Dan rahmat ku meliputi segala sesuatu” Q.S. Al A’raf : 156 296 Dirasat Islamiyah Tuhan Mahatahu dan Mahabijaksana terha- dap apa yang terbaik buat manusia sehingga manusia perlu: a. Senantiasa taat kepada Allah swt b. Bersyukur apabila mendapatkan kenikmatan. c. Bersabar dan ikhlas apabila mendapatkan ujian serta cobaan. d.Yakin bahwa terdapat hikmah di balik segala penderitaan dan kegagalan. 2. Husn al Dhan terhadap Diri Sendiri Perilaku husn al dhan terhadap diri sendiri mengandung makna bahwa berprasangka baik terhadap kapasitas dan kemampuan diri sendiri. Manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik dan paling sempurna oleh Mahapencipta. Kesempurnaan manusia secara relatif karena diciptakan secara eksklusif di- bandingkan ciptaan makhluk lainnya dengan berbagai kapasitas dan kemampuan yang dianugerahkannya. Dalam dirinya terdapat nafsu-nafsu: al nabatiyah, al hayawaniyah dan al natiqah. Dalam kondisi seperti ini manusia berada pada posisi yang tercela pada satu saat dan menempati posisi terhormat pada saat yang lain saat yang lain. Hal ini bergantung pada kemampuannya untuk mempertanggungjawabkan semua yang ada dan terkait pada dirinya. Untuk melaksana- kan seluruh kewajiban serta pertanggung-