Abd. Kadir 61 DIRASAT ISLAMIYAH.

62 Dirasat Islamiyah F. Tadwin al Qur-an Pentadwinan penyusunan dalam bentuk tulisan dan mushhaf al Qur-an membentang dalam beberapa dekade sejarahnya. Hal ini dilakukan sebagai pelestarian al-Qur-an dalam bentuk lain selain hafalan para sha- habat. Catatan sejarah al Qur-an menyatakan sepanjang hidup Nabi -sesudah wahyu pertama turun-, Nabi me- miliki kesempatan menerima wahyu sampai menjelang akhir hidupnya pada tahun 632 H. Para shahabat ba- nyak yang hafal al Qur-an secara keseluruhan maupun sebagian. Kemampuan tulis menulis secara sosilogis dan demografis didukung oleh posisi kota Mekah sebagai kota metropolis dan pusat perdagangan komersial; me- miliki sejumlah orang yang bisa menulis pada zamannya. Kemudian mereka yang pandai baca tulis Arab menjadi penulis al Qur-an ketika mereka telah masuk Islam. Diantaranya: Zaid bin Tsabit dan Ubay bin Kab sebagai penulis ayat-ayat al-Qur-an. Setiap kali ayat turun Nabi memerintahkan menhafalnya dan menuliskannya selama hidupnya dengan menunjukkan tempatnya ayat itu dalam urutan surat. Urut-urutan ayat dalam suatu surat ditetapkan secara tawqifi menurut petunjuk Nabi. Zaid Tsbait sering diminta oleh Nabi merekam al Qur-an dalam berbagai media tulis di hadapan Nabi. Mereka menggunakan bahan untuk menulis wahyu itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit dan daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Sebagian shahabat juga menyalin tulisan al Qur- an dengan suka rela walaupun tanpa diperintah oleh

H. Abd. Kadir 63

Nabi, sehingga banyak shahabat yang mempunyai catatantulisan al Qur-an. Walaupun demikian harus dipahami bahwa -selain shahabat yang ditunjuk Nabi menjadi penulis al Qur-an- mereka menuliskannya secara sporadis tergantung pada kesempatan mereka untuk menulisnya. Jumlah koleksi tulisan mereka tidak sama sesuai dengan keaktifan dan frekuensi kehadiran mereka di majlis Nabi. Imbasnya adalah catatan mereka tidak selengkap catatan para penulis wahyu yang ditunjuk Nabi. Hal ini memberikan bukti bahwa Al-Qur-an dalam bentuk tulisan sudah ada dalam sejarah kehidupan Nabi walaupun ayat-ayat itu tidak dikompilasi menjadi satu naskah mushhaf sampai wafatnya Nabi. Alasan untuk tidak mengkompilasi al Qur-an menjadi mushhaf, karena Nabi masih hidup maka selalu ada harapan bahwa wah- yu itu akan terus turun. Namun semua catatan mereka tentang al Qur-an tersimpan rapi. Selama kehidupan Nabi bagian-bagian al Qur-an yang telah tertulis itu dipelihara oleh shahabat-shahabatnya sehingga sebagian shahabat memiliki mushhaf pribadi. Setelah Nabi meninggal dunia dan Abu Bakar menjadi Khalifah, maka pada awal kebijakannya belum sempat menaruh perhatian terhadap pentadwinan al- Qur-an. Tetapi setelah melihat kenyataan yang terjadi dalam pertempuran Yamamah di tahun 633, yaitu suatu pertempuran yang dilakukan untuk menumpas pada pembangkang yang enggan membayar zakat dan orang- orang murtad memberikan visi baru tentang perlunya melakukan tadwin al Qur-an. Selama pertempuran itu tidak kurang 70 orang muslim yang telah hafal Al-Qur- 64 Dirasat Islamiyah an menjadi syahid, karena meninggal dunia membela Islam. Kematian Salim bin Ma’qal dalam perang itu seba- gai contoh yang paling signifikan untuk mendorong para penguasa melakukan tadwin al Qur-an. Ia adalah salah satu orang dari beberapa orang yang telah mendapat kepercayaan oleh Nabi untuk mengajar al Qur-an. Semakin berkurangnya jumlah pengahafal al Qur- an menjadikan umat Islam agak kesulitan untuk mempe- lajari al Qur-an dan atau ketika ingin menjadikan al Qur- an sebagai referensi dalam menyelesaikan persoalan. Tradisi yang berjalan selama itu bahwa bilamana ada suatu masalah yang memerlukan al Qur-an sebagai ruju- kan, maka shahabat bertanya kepada shahabat lainnya untuk menunjukkan ayat-ayat al Qur-an. Namun al Qur- an yang tersebar di beberapa hafalan shahabat tetapi sebagian shahabat telah meninggal dunia; sedangkan mushhaf al Qur-an masih belum ada. Dari peristiwa seperti itu mendorong adanya ide agar al Qur-an perlu dikumpulkan menjadi satu teks yang koheren. Umar Khattab menyampaikan inisiatif dan gaga- san kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan al Qur-an. Gagasan yang baik ini pertama kali tidak mendapatkan respon positif dari oleh Abu Bakar karena hal itu tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi. Tetapi kemudian Umar dapat meyakinkan Abu Bakar bahwa pengum- pulan al Qur-an itu sangat bermanfaat bagi kepentingan umat Islam baik untuk masa itu maupun untuk masa yang akan datang. Abu Bakar akhirnya termotivasi untuk merevisi kebijakannya dan memanggil Zaid bin Tsabit penulis utama Nabi untuk ditugaskan mengumpulkan