Abd. Kadir 325 DIRASAT ISLAMIYAH.

326 Dirasat Islamiyah jarang diantaranya yang kembali di tengah jalan. Sering kali yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kepen- tingan itu dengan cara khalwah ةﻮﻠﳋا menyendiri dan mengasingkan diri dari pergaulan, atau takhalli ﻰﻠﺨﺘﻟا pengosongan sifat-sifat tercela, tahalli ﻰﻠﺤﺘﻟا pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji; 11 dan perhatiannya hanya tertuju kepada-Nya, seperti yang dipraktikkan para orang shalih, karena kecepatan menempuh dan mem- peroleh jalan spiritual sebanding dengan perhatiannya kepada-Nya. Tidak jarang seseorang melakukan impro- visasi dan apresiasi langkah-langkah –menempuh lang- kah-langkah lain dari yang biasanya ia lakukan- walau- pun tidak ada korelasi signifikan antara prosedur dan langkah-langkah yang dilakukan dengan pengalaman spiritual, namun perlunya langkah-langkah itu dilakukan sebagai tahap persiapan dan sebagai daya upaya yang bisa dilakukan seseorang. Semua ikhtiyar hanya mengan- tarkan pada batas tertentu. Tugas seseorang hanyalah mempersiapkan diri, menghadapkan muka sepenuh hati- nya dengan kerinduan yang membara, penuh kesabaran menanti rahmat yang akan dibukakan oleh-Nya. Hal-hal yang bisa yang dilakukan seseorang sebatas sesuatu yang memungkinkan mendorong tercapainya pengalaman spiritual; selebihnya bergantung pada berkehendak-Nya untuk membukakan hijab بﺎﺠﳊا tabir yang mendin- dingi pandangan spiritualnya. 11 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, al-Munqidz min al-Dlalal, Birut: al-Sab’iyah, [tt], hlm. 68, dan H. M. Amin Syukur dan H.M.Masyharudin, Intelektualisme Tasawuf, Sema- rang: Lembkota, 2002., hlm. 45.

H. Abd. Kadir 327

G. Ma’rifah Ma’rifah ﺔﻓﺮﻌﳌا mengenal Tuhan 12 dan mahabbah ﺔﺒﶈاcinta adalah dua term yang seringkali didefinisikan dalam makna yang sama walaupun ada pihak yang memandangnya sebagai dua hal yang berbeda. Kedua term itu menunjuk pada hal لﺎﳊا , yaitu keadaan mental yang terekspresikan dalam perasaan yang didapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan yang bersifat sementara kepada seseorang yang mengadakan pende- katan kepada -Nya. Keduanya menggambarkan keadaan dekat kepada-Nya. Sebagian orang menganggap maha- bah dan ma’rifah adalah suatu maqam, yaitu suatu tingkatan yang dicapai atas dasar hasil usaha. Ma’rifah adalah pengalaman batin sewaktu dalam keadaan fana’ pelenyapan diri sebagai puncak penghayatan kepada-Nya. Ma’rifah dapat berarti pula sebagai pengenalan langsung kepada-Nya dan hanya bisa dicapai melalui pengalaman fana’ dan kasyf keter- bukaan. Pengalaman ma’rifah yang dialami dalam kea- daan fana’ menyebabkan pengenalan seseorang kepada 12 Ma’rifah dilihat dari sisi obyeknya terbagi ke dalam : 1. Ma’rifah Allah ﷲ ﺔﻓﺮﻌﻣmengenal Allah, 2. Ma’rifah al-nafs ﺲﻔﻨﻟا ﺔﻓﺮﻌﻣ mengenal diri sendiri dan 3. Ma’rifah al-nas سﺎﻨﻟا ﺔﻓﺮﻌﻣ mengenal sesama manusia dan 4. Ma’rifah al-kaun نﻮﻜﻟا ﺔﻓﺮﻌﻣ mengenal alam. Dan dilihat dari derajat subyeknya dibagi ke dalam : 1. Ma’rifah al-Haqq ﻖﺤﻟاﺔﻓﺮﻌﻣmengenal Allah bagi orang pilihan 2. Ma’rifah haqq ﻖﺣ ﺔﻓﺮﻌﻣmengenal kebenaran bagi orang kebanyakan. Periksa : H.M. Amin Syukur dan Fathimah Usman, Insan Kamil, Semarang : Al-Muhsinun, 2005. hlm 69-71 328 Dirasat Islamiyah Tuhan tidak diikuti oleh kehadiran dirinya karena dirinya telah terserap dalam cahaya ketuhanan. Pengenalan terhadap Tuhan marifah bukan karena informasi atau pengetahuan yang diperoleh oleh aspek inderawi maupun nalar, kecuali pemenuhan eksis- tensial seseorang agar supaya bisa dekat dengan-Nya dan mendapatkan petunjuk dari-Nya. Walaupun puncak marifah mengambil bentuk penyempurnaan terhadap beragam pengetahuan, tetapi marifah tidak sama dengan pengetahuan empirik maupun rasional. Namun penggunaan istilah pengalaman dan pengetahuan marifah sebagai ungkapan keterbatasan bahasa untuk mewakili kandungan makna yang ada di dalamnya. Seorang yang ber mujahadah belum tentu sampai pada marifah bila tanpa penguatan dari Tuhan, karena itu marifah didapat melalui karunia yang diberikan oleh- Nya semata. Tetapi kadang-kadang terjadi secara bersa- maan antara usaha dengan anugerah-Nya. Oleh karena itu kadang-kadang marifah dikenal dengan terminologi al-jud دﻮﳉا pemberian dan badzl al-majhud دﻮﻬ ا لﺬﺒﻟا berusaha dengan sungguh-sungguh, dalam arti bahwa seseorang harus berusaha keras dan berdaya upaya mengerahkan apa yang ada pada dirinya, lalu ia menye- rahkan dirinya kehendak-Nya semata. Pengalaman batin dialami oleh suatu instrumen yang tidak terikat oleh tubuh dan eksistensinya tidak bergantung pada tubuh, dan seringkali disebut dengan hati. Kemampuan hati melihat sesuatu yang bersifat batin tidak terbatas pada limitasi material, karena ia bersifat batin. Marifah mendorong lenyapnya kekuatan