Abd. Kadir 331 DIRASAT ISLAMIYAH.

332 Dirasat Islamiyah dari hati selain-Nya. Dalam wacana filosofis cinta men- jadi penyebab penciptaan, dan cinta juga merupakan sebab kembalinya semua manifestasi kepada-Nya. Tuhan sebagai dzat yang dicintai dan mencintai; Ia menjadi awal dan akhir tujuan dari kosmos, sehingga cinta merupakan prinsip kosmos, dan cinta juga merupakan sebab wujud. Kosmos berasal dari-Nya, karena ia ada berdasar cinta dan berakhir pada-Nya karena cinta pula. Segala fenomena yang banyak berasal dari yang satu dengan sebab cinta. Oleh karena itu cinta adalah prinsip kerja dalam semua manifestasi dari Yang Mahaesa. Tuhan adalah penyinta, dan yang dicintai, oleh karena itu cinta adalah substansi sifat Tuhan dan sifat dari yang mencintai. 15 Di beberapa tempat di al-Qur an kecintaan kepada Tuhan dilukiskan sebagai sesuatu yang lebih unggul dibandingkan dari semua hubungan dan perasaan cinta di antara sesama makhluk. نﻼـــﺸﲣ ةرﺎـــﲡوﺎﻫﻮﻤﺘﻓﱰﻓا لﻮﻣاﻮﻤﻜﺗﲑـــﺸﻋﻮﻤﻜﺋﺎﻨﺑاو ﻢﻜﺋﺎـــﺑا نﺎـــﻛ نا ﻞـــﻗ ﻪﻠﻴﺒـﺳ ﰱ دﺎﻬﺟو ﻪﻟﻮﺳرو ﷲ ا ﻦﻣ ﻢﻜﻴﻟا ﺐﺣاﺎ ﻮﺿﺮﺗ ﲔﻛﺎﺴﻣوﺎﻫدﺎﺴﻛ ﻩﺮﻣﺎﺑ ﷲا ﱵﺋﺎﻳ ﱴﺣ اﻮﺼﺑﱰﻓ ‘ Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, sau- dara-saudaramu, isteri-isterimu, harta benda yang kamu usahakan dan perniagaan yang kamu takuti kerugiannya serta tempat kediaman yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sehingga Allah 15 ﻦﻳﺮﻬﻄﺘﳌا ﺐﳛو ﲔﺑاﻮﺘﻟا ﺐﳛ ﷲا نا ةﺮﻘﺒﻟا : 222 ‘Sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertaubat dan orang yang suci’. al-Baqarah 2 : 222.

H. Abd. Kadir 333

mendatangkan perintahnya siksaannya. QS:al- Baqarah: 2 : 24. Cinta merupakan ajaran agama yang sangat luhur; dan cinta merupakan salah satu esensi ajaran segala agama.Cinta merupakan ajaran moral yang sangat tinggi dan pangkal anugerah pengalaman spiritual; dan secara singkat cinta dapat dikatakan sebagai penggerak utama dalam segala hal. Cinta adalah elemen emosional dalam agama dan sebagai motivator pelaksanaan perintah yang dicintai. 16 Cinta dapat diidentifikasi sebagai : 1. Cinta kepada orang yang berbuat baik, seperti terha- dap orang yang dapat memberikan perlindungan dan keamanan dari ancaman, bencana, marabahaya dan lainnya bagi dirinya. 2. Cinta terhadap dirinya sendiri, ketika seseorang lebih mengutamakan dirinya dari yang lain. 3. Cinta kepada sesuatu yang baik dalam dirinya baik secara substansial, seseorang mencintai sesuatu karena adanya kebaikan padanya, dan tabiat baik itulah yang sebenarnya menjadi alasan cintanya. 4. Cinta karena adanya kecocokan antara dirinya dengan sesuatu, baik yang terlahir maupun tersembu- nyi. Cintanya sekedar didasarkan kepada kepentingan bersama karena tidak terdapatnya kontradiksi yang dijadikan alasan untuk tidak mencintainya. 16 Simuh, Tasawuf dan Perkembanganya dalam Islam , Jakarta : Radar Jaya, 1997. , hlm. 91-95 334 Dirasat Islamiyah 5. Cinta yang objeknya adalah di luar diri sendiri dan dalam cinta ini objek dikurbankan untuk kepentingan dirinya. Yang dicintai hanya menjadi objek pemuasan dari cintanya self satisfaction. 6. Cinta untuk melaksanakan ajaran syariat dengan hara- pan mendapatkan balasan pahala dan cinta seperti ini terbimbing oleh nalar yang melahirkan ketaatan dan kegairahan untuk melaksanakan perintah-perintah yang dicintai dengan penuh keikhlasan, rela berham- ba demi suatu yang dicintai. 7. Cinta yang berupa pengurbanan dirinya terhadap yang dicintainya tanpa harapan apapun, kecuali ingin berjumpa dengannya. 17 Bila cinta hanya tertuju kepada Tuhan semata karena Tuhan, seseorang akan mendapatkan pengala- man spiritual yang penuh kenikmatan. Cinta sebagai suatu hal bukanlah sesuatu yang dipelajari oleh sese- orang, kecuali karunia Tuhan dan berasal dari kasih sayangnya. Cinta anugerah-Nya itu dituangkan dalam jiwa hambanya tanpa ikhtiyar, dan memuncak pada penghayatan kesatuan eksistensial antara hamba dengan- Nya. Karena kedekatannya kepada-Nya, Dia meng- anugerahi hambanya terbukanya berbagai rahasia ghaib. Dalam mencintai Tuhan, seharusnya seseorang menyadari ketidakberdayaannya secara total di hada- pan-Nya, sehingga bentuk-bentuk pemunculan sesuatu dalam berhadapan dengan-Nya menjadi hilang, dan 17 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali, Cinta dan Bahagia , penter. Abdullah bin Nuh, Jakarta : Tinta Mas, 1992, hlm. 8.