Abd. Kadir 291 DIRASAT ISLAMIYAH.

292 Dirasat Islamiyah a. Husn al Dhan Husn al dhan secara bahasa berarti berbaik sangka lawan katanya adalah suu’ al dhan yang berarti berburuk sangka. Husn al dhan adalah cara pandang seseorang terhadap sesuatu dengan pandangan positif. Setiap sesuatu yang memiliki sisi positif maupun negatif dipandang- nya secara positif dengan mempertimbang- kan segalanya melalui pikiran jernih, hati bersih dari prasangka yang belum tentu sesuai dengan faktanya atau belum mengandung kebenaran. Orang yang pemikirannya dikuasai oleh sikap suu’ zhan akan memandang segala sesuatu dari sisi negatifnya karena cara pandangnya dikuasai oleh pikiran dan hawa nafsunya. Sikap buruk sangka identik dengan rasa curiga, cemas, amarah, dengki dan benci; padahal kecu- rigaan, kecemasan, kemarahan dan kebencian itu hanyalah perasaan semata. Secara garis besar husn al dhan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Husn al Dhan kepada Allah Husn al dhan sebagai bagian dari akhlaq al karimah harus menjadi bagian kehidupan manusia. Banyak orang menggambarkan kehendak maupun kekuasaan Allah melalui keterbatasan dirinya sendiri yang terbatas. Di satu pihak orang beranggapan bahwa wujud Tuhan dalam kemutlakannya tidak bisa

H. Abd. Kadir 293

dikenal oleh siapapun, tidak bisa dipikirkan oleh nalar, tidak bisa dibayangkan oleh khayal, tidak bisa ditangkap oleh indera, dan tidak dapat dianalogkan dengan siapapun dan apapun karena yang selain-Nya berbeda dengan-Nya, sehingga tidak ada yang menge- nal Tuhan kecuali diri-Nya sendiri. Tuhan berada di atas jangkauan pengertian, penge- tahuan, dan intuisi seseorang. Ketinggian, kemutlakan, dan keesaan-Nya bukan sekedar sebuah definisi numerik, melainkan mengan- dung makna bahwa wujud tunggal-Nya yang mandiri hanya disaksikan oleh dirinya sendiri. Pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan hanya melalui identitas diri-Nya yang tidak bisa dikenal. Pengetahuan-Nya tentang diri- Nya sebagai sebab pengetahuannya tentang alam semesta adalah mutlak, satu, dan sama. Pihak lain beranggapan bahwa Tuhan dapat dikenal melalui atribut-atribut yang disan- dangnya. Walaupun wujud mutlak itu dalam keabadiannya tetap berbeda, tetapi Dia mengungkap dan memanifestasikan dirinya sendiri. Pengetahuan tentang diri-Nya oleh diri-Nya memanifestasikan wujud yang dicip- takan, sehingga pada dasarnya semua wujud berasal dari-Nya. Wujud yang lain bersumber pada yang satu yang hanya dapat dilihat dari kesatuannya dan bukan dari keragamannya. Maka eksistensi alam semesta adalah efek pengetahuan-Nya. 294 Dirasat Islamiyah Pada dasarnya pengenalan kepada-Nya sama sekali melampaui batas kemampuan kognitif dan manusia hanya mampu membentuk gagasan-gagasan yang amat kabur dan tidak sempurna. Gagasan-gagasan itu pula yang ditampilkan sebagai konsep bahwa Tuhan itu adalah Wajib al Wujud wajib ada, yaitu keberadaannya menjadi keharusan dan ketia- daannya menimbulkan kemustahilan dalam pkikiran. Tuhan tidak memerlukan identitas dan realitas yang bisa didefinisikan. Kepastian ada-Nya disebabkan oleh Dzatnya sendiri. Yang pasti ada oleh dzatnya sendiri jika dipikirkan akan terkena hukum kemustahilan atau yang pasti ada karena dzatnya sendiri mustahil tidak ada. Rasionalisasi eksistensi sebagaimana tersebut di atas justeru ingin mendekatkan dan memastikan bahwa Tuhan sebagai asal dan sumber segala sesuatu yang lain-Nya. 5 Suatu konsep ketuhanan yang dielaborasi dari sebuah pengertian dan pemahaman rasional menjadi dasar keimanan seseorang sebelum ia menemukan dasar keimanan yang lebih valid. Keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan menjadi objek kepedulian dari orang yang mempercayai dan mengimani-Nya. Analisis singkat terhadap keimanan dapat dimulai dari 5 Hosen Nashr, An Introduction to Islamic Ontological Doctrines , New York: State University, 1993, hlm 18.