Abd. Kadir 283 DIRASAT ISLAMIYAH.

284 Dirasat Islamiyah E. Sasaran Ilmu Akhlak Allah telah menciptakan manusia sedemikian rupa dan sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling baik bentuknya. Disamping itu manusia dilengkapi dengan berbagai kemampuan yang sebagiannya sama dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang, tetapi yang paling istimewa ia dilengkapi dengan akal pikiran yang seder- hana sampai pikiran yang kompleks dan canggih. Kesa- maan manusia dengan tumbuh-tumbuhan dapat diiden- tifikasi dengan nafsu untuk makan dan berkembang biak al nafs al nabatiyah, sedangkan kesamaannya dengan binatang dapat diidentifikasi dari kemampuannya untuk bergerak, mengenal, mengingat dsb. al nafs al haya- waniyah. Tetapi yang pasti dan tidak ada pada tumbuh- tumbuhan dan binatang adalah kemampuan berpikir yang diperankan oleh akalintelek al nafs al nathiqah. Manusia dianugerahi akal sebagai alat berpikir yang disebut dengan akal material. Dalam akal ini terdapat potensi berpikir yang disebut dengan akal bi al mamlakah. Bilamana potensi ini dikembangkan lebih lanjut, maka dia bisa berikir secara konkrit, sampai berpikir secara abstrak, yaitu berpikir terhadap sesuatu yang wujud bendanya konkrit –sebagaimana dibahas dalam ilmu fisika, kimia, sosiologi dsb sampai berpikir terhadap sesuatu yang bendanya tidak konkrit seperti pembahasan dalam filsafat idealisme dsb. Sedangkan puncak kemampuan berpikir manusia itu adalah kemam- puan berpikir dengan tidak mempergunakan kesadaran akal tersebut, tetapi mempergunakan kesadaran batin. Kesadaran batin yang diperankan akal mustafad, yaitu

H. Abd. Kadir 285

kemampuan akal ini untuk berhubungan alam alam mitsal alam ide atau alam rabbani alam ketuhanan. Kesadaran ini adalah kesadaran yang tidak disertai pengamatan dan pemikiran terhadap alam konkrit atau alam syahadah alam nyata. Ketika kesadaran dalam alam syahadah ini lenyap maka ia masuk dalam al alam al ghaibiyah alam ghaib dengan mempergunakan instrumen akal mustafadnya. 1. Akhlak Manusia kepada Tuhan Pada dasarnya hubungan manusia dengan Tuhan itu didasarkan kepada tiga kemampuan anugerah- Nya, yaitu melalui norma-norma atau hukum- hukum yang ditetapkan oleh-Nya. Syariat dan ilmu akhlak itu telah mengatur untuk pengendalian nafs al nabatiyah tentang apa yang boleh dimakan dan bagaimana cara memakannya. Pengendalian terha- dap al nafs hayawaniyah mengetengahkan norma- norma. syarat dan rukun apa yang harus dipenuhi untuk melahirkan keturuannya, serta tanggung- jawab terhadap keturunannya, mengendalikan kemampuan instingtifnya, menata lingkungan dan kebiasaannya. Manusia dapat mengarahkan nafsu ini sesuai dengan ketentuan hukum-hukum-Nya dan mengendalikannya sesuai dengan ketentuan ilmu akhlak. Kemampuan al nafs al nathiqah dalam hubungannya dengan akhlak adalah untuk menga- rahkan, memikirkan dan memilah sesuatu yang dianggap baik atau buruk serta memilih hal-hal yang dianggap baik, berpikir positif terhadap kesempurnaan Tuhan dengan berdaya upaya untuk menjumpai-Nya melalui akal mustafadnya. 286 Dirasat Islamiyah 2. Akhlak terhadap Sesama Manusia Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan ber- bangsa-bangsa agar mereka saling kenal mengenal dan tidak bermusuhan. Sungguhpun manusia itu berbeda-beda suku, ras, kebudayaan dan agama. tetapi hubungan silaturrahmi antara satu sama lain harus tetap dijaga. Selain itu Tuhan juga meme- rintahkan supaya berbuat baik terhadap kedua orang tua, kerabat, anak yatim, tetangga, orang miskin, teman sejawat, dan hamba sahaya. Sesuai dengan Firman Allah Q.S An-Nisa’; 36 َﰉْﺮُﻘْﻟا ىِﺬِﺑَو ﺎًﻧﺎَﺴْﺣِإ ِﻦْﻳَﺪِﻟاَﻮْﻟﺎِﺑَو ﺎًﺌْﻴَﺷ ِﻪِﺑ اْﻮُﻛِﺮْﺸُﺗ َﻻَو َﷲااوُﺪُﺒْﻋاَو ِﺐ ِﺣﺎﱠﺼﻟاَو ِﺐْﻨُْﳉاِرﺎَْﳉاَو َﰉْﺮُﻘْﻟا ىِذِرﺎَْﳉاَو ِْﲔِﻜﺴَﻤْﻟاَو ﻰَﲤً◌َْﱄاَو ْﻢُﻜُﻧﺎَْﳝَأ ْﺖَﻜَﻠَﻣﺎَﻣَو ِﻞْﻴِﺒﱠﺴﻟا ِﻦْﺑاَو ِﺐْﻨَْﳉﺎِﺑ , َﷲا ﱠنِإ َنﺎَﻛ ْﻦَﻣ ﱡﺐُِﳛ َﻻ اًرْﻮُﺨَﻓ ًﻻﺎَﺘُْﳐ . ءﺎﺴﻨﻟا : 36 Sembahlah Allah dan janganlah kamu memper- sekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetanngga, yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga- banggakan dirinya” Q.S An-Nisa’:5;36 Dalam hal ini yang menjadi sentral adalah manusia karena tidak ada manusia yang bisa hidup mandiri secara mutlak. Setiap manusia selalu dihadapkan pada saling ketergantungan antara satu dengan