Hasil Uji Peningkatan Hasil Belajar

Tabel 7. Peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen Kriteria Jumlah Siswa Presentase Rendah Sedang 34 73,91 Tinggi 12 26,9 Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dengan tingkat peningkatan rendah 0, sedang 73,91, dan tinggi 26,9 . Sedangkan rata-rata klasikal nilai Normalitas Gain g dapat ditentukan berdasarkan rata-rata nilai hasil belajar matematika siswa yang diukur dari hasil pretes dan postes. Dari hasil eksperimen diperoleh data sebagai berikut. - Rata-rata nilai KBKM yang diukur berdasarkan hasil pretes = 51,87 - Rata-rata nilai KBKM yang diukur berdasarkan hasil postes = 80,15 - Nilai maksimal = 100 Maka rata-rata nilai Normalitas Gain g adalah : 6 Jadi secara rata-rata klasikal diperoleh nilai Normalitas Gain g sebesar 58,76.. atau 0,58 , yang berarti tafsiran peningkatan hasil belajar yang terjadi termasuk kategori sedang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan CD Interaktif dengan aplikasi macromedia flash 8 lebih efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi bangun ruang sisi datar. 4 Simpulan Pembelajaran matematika menggunakan media Interaktif dengan aplikasi Macromedia Flash 8 pada materi bangun ruang kelas VIII valid dan efektif dapat menggunakan model pengembangan Plomp yang meliputi tahap investigasi awal, tahap perancangan, tahap konstruksi dan tahap tes, evaluasi dan revisi. Hasil pengembangan perangkat pembelajaran berupa media Interaktif dan tes hasil belajar. Perangkat yang dikembangkan dinyatakan valid, dengan rata-rata skor 3,61 untuk tes hasil belajar dan 3,71 untuk media Interaktif. Penilaian tersebut berdasarkan penilaian para ahli. Pembelajaran dengan menggunakan media Interaktif dengan aplikasi Macromedia Flash 8 lebih efektif daripada pembelajaran yang tidak menggunakan media Interaktif. Data pada Group Statistics menunjukan bahwa nilai rata-rata pada kelas uji coba adalah 77,80 sedangkan kelas kontrol adalah 73,98. Hal ini berarti kelas uji coba mempunyai nilai rata- rata tes hasil belajar lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Uji peningkatan kemampuan berpikir kreatif di kelas uji coba perangkat berdasarkan nilai pretes dan postes, hasil uji peningkatan disimpulkan bahwa pembelajaran dengan bantuan CD Interaktif berhasil memberikan peningkatan hasil belajar dengan rata-rata Normalisasi Gain sebesar 0,58 yang berarti tafsiran peningkatan hasil belajar termasuk dalam kategori sedang. Daftar Pustaka Murtiyasa Budi, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika. physicsmaster.orgfree.com...TIK_inEduMath.pdf Diakses pada tanggal 10 Oktober 2013. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana. Rochmad. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme yang Melibatkan Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif Model PMBK-ID untuk Siswa SMPMts. Disertasi. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya. Pratiwi. 2010. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Inkuiri Berbantuan Aplikasi Visual Math Untuk Meningkatkan High Order Thinking HOT Siswa Pada Materi Fungsi Dan Grafik Kelas X SMK. Tesis. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Suyono. 2012. Peranan TIK dalam Proses Pembelajaran. Prosiding. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Waluya, et all. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Humanistik Berbasis Konstruktivisme Berbatuan CD Pembelajaran Materi Sudut dalam Ruang Kelas X. Unnes Journal of Research Mathematics Education. MENGEMBANGKAN SENDIRI SOAL MATEMATIKA MODEL PISA Shahibul Ahyan 1 , Zulkardi 2 , Darmawijoyo 3 1 STKIP HAMZANWADI Selong, Lombok Timur; iboel_mat86yahoo.com 2 Universitas Sriwijaya, Palembang; zulkardiyahoo.com 3 Universitas Sriwijaya, Palembang; darmawijoyoyahoo.com Abstrak. Prestasi siswa Indonesia di level internasional dalam matematika masih belum memuaskan, hal ini dapat dilihat dari hasil PISA 2009, Indonesia berada pada posisi ke-61 dari 65 negara. Prestasi siswa dalam matematika bisa ditingkatkan jika semua komponen pembelajaran ditingkatkan kualitasnya, salah satunya adalah peningkatan kualitas soal yang digunakan pada tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi hendaknya menggunakan soal-soal yang kualitasnya seperti soal PISA. Soal matematika model PISA bisa dikembangkan sendiri oleh guru. Ada tiga tahapan yang perlu dilalui oleh pendidik dalam mengembangkan soal matematika model PISA yaitu tahap analisis, desain dan evaluasi. Kata Kunci . PISA, soal matematika, analisis, desain, evaluasi.

1 Pendahuluan

Literasi matematika dalam Programme for International Student Assessment PISA bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi matematika siswa yang berusia 15 tahun. Siswa dikatakan memiliki literasi matematika jika siswa mampu merumuskan, menerapkan, dan menginterpretasikan matematika dalam berbagai konteks yang mencakup penalaran matematis dan menggunakan konsep matematika, prosedur, fakta, dan alat untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena dalam kehidupan sehari-hari OECD, 2010. Dalam soal matematika PISA, ada tiga komponen utama yang terdapat dalam soal tersebut yaitu konten, konteks, dan kompetensi. Komponen konten merupakan materi yang dipelajari di sekolah. Konteks merupakan situasi yang tergambar dalam suatu permasalahan kehidupan sehari-hari. Adapun kompetensi merupakan kemampuan siswa dalam merumuskan formulate, menggunakan employ, dan menafsirkan interpret matematika untuk memecahkan masalah. Ketiga komponen tersebut tidak ditemukan secara terintegrasi dalam soal-soal yang terdapat di buku seperti dalam Buku Sekolah Elektronik BSE. Di dalam BSE, soal-soal yang digunakan masih menanyakan hal-hal yang bersifat abstrak, formula, dan model soalnya jauh dari model soal PISA. Soal-soal yang diberikan kepada siswa adalah soal-soal yang dieksepresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang diatur dalam konteks yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa soal-soal yang sering digunakan sekarang ini tidak mampu menjembatani kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal PISA. Hal tersebut mengakibatkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal PISA tergolong dalam kategori rendah karena tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal matematika model PISA pada pembelajaran. Oleh karena itu, selain melakukan pembelajaran matematika yang bermakna bagi kehidupan siswa, seorang guru juga dituntut untuk mampu mendesain dan mengembangkan sendiri soal matematika yang digunakan pada tahap evaluasi pembelajaran, seperti soal matematika model PISA. 2 Programme for International Student Assessment PISA PISA merupakan studi literasi yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun pada literasi membaca reading literacy, literasi matematika mathematical literacy, dan literasi IPA scientific literacy. Studi PISA dilaksanakan pertama kali pada tahun 2000 dan dilaksanakan setiap tiga tahun sekali yang diselenggarakan Organisation for Economic Co-operation and Development OECD. Siswa dikatakan memiliki literasi matematika jika siswa mampu merumuskan, menerapkan, dan menginterpretasikan matematika dalam berbagai konteks yang mencakup penalaran matematis dan menggunakan konsep matematika, prosedur, fakta, dan alat untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dijelaskan dalam framework PISA 2012 seperti berikut. Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts, and tools to describe, explain, and predict phenomena. It umeric individuals to umerici the role that mathematics plays in the world and make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective citizen OECD, 2010. Semua kompetensi yang dimiliki siswa untuk memiliki literasi matematika tersebut sering juga disebut sebagai matematisasi mathematization. Matematisasi menurut De Lange 1987 didefinisikan sebagai pengorganisasian kegiatan dalam menemukan keteraturan regularities, hubungan relations, dan struktur structures dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan awal. PISA menggunakan soal-soal yang berbasis dunia nyata sehingga siswa membutuhkan proses matematisasi untuk menyelesaikan permasalah dunia nyata secara matematika. Ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan soal matematika model PISA, yaitu 1 konten, 2 konteks, dan 3 kompetensi. Konten merupakan materi yang dipelajari di sekolah, seperti change and relationships aljabar, space and shape geometri, quantity bilangan, dan uncertainty and data peluang dan statistik. Konteks merupakan situasi yang tergambar dalam suatu permasalahan kehidupan sehari-hari, seperti konteks pribadi berhubungan langsung dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari, pekerjaan berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau tempat lingkungan siswa bekerja, umum berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat baik umer, nasional, maupun global dalam kehidupan sehari-hari, dan keilmuan berkaitan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan matematika. Adapun kompetensi merupakan kemampuan siswa dalam merumuskan formulate, menggunakan employ, dan menafsirkan interpret matematika untuk memecahkan masalah, seperti reproduksi, koneksi, dan refleksi. Adapun b entuk soal dalam PISA dikategorikan menjadi lima bentuk Shiel, dkk, 2007 yaitu:

a. Traditional multiple-choice items. Pada soal bentuk ini, siswa disuruh untuk memilih

salah satu dari beberapa umericive jawaban, misalnya memilih A, B, C, D, atau E.

b. Complex multiple-choise items. Pada soal bentuk ini, siswa disuruh untuk memilih salah

satu dari beberapa umericive jawaban, misalnya memilih benar atau salah dalam suatu statemen, memilih ya atau tidak dalam menentukan kebenaran statemen.

c. Closed-constructed response items. Pada soal bentuk ini, siswa disuruh untuk menulis

jawaban dalam bentuk umeric atau dalam bentuk yang lain, dan hanya satu jawaban yang benar misalnya mengisi titik-titik dengan jawaban saja tanpa menulis cara bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut. d. Short-response items. Pada soal bentuk ini, siswa disuruh untuk menulis jawaban singkat, dan memiliki kemungkinan jawaban yang benar. e. Open-constructed response items. Pada soal bentuk ini, siswa disuruh untuk memberikan respon terhadap permasalahan dengan cara menulis dengan caranya bagaimana menemukan jawaban tersebut. Biasanya bentuk soal seperti ini memiliki kemungkinan jawaban benar yang beragam. 3 Mengembangkan Soal Matematika Model PISA Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh guru dalam mengembangkan soal matematika model PISA mengikuti tahapan dalam penelitian pengembangan. Ada tiga tahapan dalam penelitian pengembangan menurut Akker, dkk 2006, yaitu: a. Analisis Pada tahap ini guru melakukan analisis terhadap konten matematika, soal matematika PISA, dan siswa. Analisis konten matematika bertujuan untuk mengetahui pada materi apa soal itu akan dikembangkan dan bagaimana karakterisrik dari materi tersebut,selanjutnya analisis soal matematika PISA bertujuan untuk mengetahui bagaimana model soal matematika dalam PISA terkait dengan materi yang sudah ditentukan. Sedangkan analisis siswa bertujuan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan siswa dalam matematika tinggi, sedang, maupun rendah. b. Desain Pada tahap ini guru mendesain soal matematika yang akan dikembangkan. Adapun karakteristik soal yang akan didesain adalah menggunakan karakteristik soal matematika pada PISA baik itu dari sisi konten, konstruk, dan bahasa, seperti pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Karakteristik dalam mendesain soal matematika model PISA Konten  Soal sesuai dengan ciri PISA baik itu dari sisi konten, konteks, maupun kompetensi.  Soal sesuai dengan level kemampuan siswa. Konstruk  Kaya dengan konsep matematis sehingga mampu mengembangkan literasi matematika siswa.  Mengundang pengembangan konsep lebih lanjut.  Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai.  Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. Bahasa  Soal sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan EYD  Soal tidak berbelit-belit dan tidak mengandung penafsiran ganda.  Batasan pertanyaan dan jawaban jelas.  Tabel, gambar, maupun grafik pada soal memiliki fungsi, disajikan dengan jelas dan dapat terbaca. c. Evaluasi Pada tahap ini guru melakukan evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana kepraktisan, validitas, dan efek potensial soal yang telah didesain. Pada tahap ini digunakan tipe formative evaluation. Ada lima tahapan yang dilakukan dalam formative evaluation seperti gambar 1 berikut: