Seni Tenun Songket suku Sasak Sukarara

Gambar 1 . Seorang ibu Gambar 2 . Anak gadis sedang menenun kain songket di lapak pribadinya.

2.2 Geometri dan Aktivitas Tenun

Simetri merupakan salah satu prinsip dalam geometri. Mengenai prinsip simetri, Farancis D. K. Ching 1996 mengemukakan bahwa kondisi simetri ditemukan ketika terdapat sumbu atau pusat dalam struktur bentuk yang ditampilkan. Sama seperti sebuah garis, sumbu juga dibuat dari dua buah titik. Prinsip simetri adalah menciptakan komposisi seimbang dari pola bentuk yang hampir sama terhadap suatu garis sumbu atau suatu pusat yang sama Indrawati, 2011: 18. Contoh penggunaan prinsip simetri pada ornament bisa ditemukan dalam ornament bangunan Islam seperti hiasanukiran dindingnya, pintu, lantai, pagar, karpet, kubah masjid dan fornitur Marchis, 2009; Abas, 2001: 53. Simetri adalah salah satu prinsip yang digunakan dalam proses tenun Gilsdorf, 2008. Tenun melibatkan visualisasi geometris. Para penenun mengekspresikan visualisasi melalui tindakan dan bahan. Hal ini membutuhkan penciptaan dan konsepsi pola, dan mengetahui teknik dan warna apa yang akan digunakan dalam proses menenun sehingga pola akan muncul. Kemungkinan besar, para penenun sendiri, terutama yang generasi yang lebih tua, tidak menyadari bahwa mereka menggunakan prinsip geometris atau mengaplikasikan konsep matematika dalam perancangan dan menenun motif songket dihasilkan Gerdes, 2011: 10; Aziz., N.M.A., Embong, R Wahab, Z. A Maidinsah, H., 2010: 713. Proses pembuatan songket dimulai dengan menggambar motif di atas kertas. Untuk mendapatkan bentuk motif yang dikehendaki, motif yang telah digambar ke atas kertas graf akan mewakili motif yang akan dihasilkan pada kain songket. Hasil kajian oleh Nurbaya Binti Abdullah 2005 yang dilakukan pada penenun Songket Terenggan disimpulkan bahwa, terdapat dua kaedah yang diterapkan untuk menghasilkan motif pada kain songket yaitu; 1. Kaedah Pengulangan Motif akan digambar pada satu kertas untuk mewakili bagian tertentu daripada kain yang hendak ditenun dengan perbandingan skala tertentu. Teknik tersebut diulangi sehingga motif tersebut memenuhi ruang kain yang ditenun serta membentuk corak pada kain songket. 2. Kaedah Bukan Pengulangan Motif digambarkan pada satu kertas yang mewakili satu helai kain yang hendak ditenun serta menggunakan skala tertentu. Kedua kaedah tersebut menunjukkan penggunaan konsep geometri dalam songket, yang menunjukkan satu petak kertas yang digambarkan dalam pembentukkan motif mewakili jumlah benang yang digunakan dalam proses penenunan. Gambar motif pada kertas graf kemudian ditenun pada kain yang akan dibuat. Umumnya proses menenun dilakukan oleh suku Sasak di desa Sukarara dengan 9 Sembilan langkah sebagai berikut : 1 Pelintingan. Tahap ini adalah tahap awal dalam proses produksi kain tenun, pada tahap ini dilakukan pengeraian benang dari kelos-kelos aslinya; 2 Pembuatan pola. Setelah proses pengetengan, benang yang masih dalam bentuk gulungan diurai dalam bingkai kayu plankan. Plankan tersebut di beri gambar sesuai dengan motif yang diinginkan; 3. Pengikatan benang. Pada tahap ini, perajin biasanya mengikatnya dengan menggunakan tali raffia; 4 Pencelupan warna nyelup, Setelah benang diikat, tahap selanjutnya adalah tahap pencelupan warna pada benang katun ; 5 Penjemuran, setelah benang diwarnai kemudian dilakukan tahap penjemuran di bawah sinar matahari; 6 Mbuka adalah tahap membuka atau melepas ikatan pada benang stelah benang dijemur dan dikeringkan; 7. Ngesisih. Ngesisih adalah tahap kegiatan menggulung kembali benang- benang sehabis diwarna, dijemur, dan di batil dalam kletek yang akan disekir; 8. Nyeker. Nyekir adalah proses yang sama seperti menyiapkan pola yang akan ditenun nantinya ; 9. Menenun, menenun adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan kegiatan lanjutan dari tahap kegiatan sebelumnya, tahap ini merupakan tahap terakhir dari keseluruhan tahapan yang begitu panjang.