Hasil dan Pembahasan Artikel Sendimat P4TK Matematika | Info Ops prosiding sendimat

Gambar 2. Frekuensi curah hujan bulanan periode 1901-1937 Kota Malang Berikutnya gambar 3, yaitu periode 2: 1938-1974 memiliki frekuensi curah hujan sebanyak 169 kali untuk intensitas curah hujan pada interval 0-75 mmbulan. Kemudian untuk intensitas curah hujan antara 228-303 mmbulan mempunyai frekuensi sebanyak 71 kali. Intensitas curah hujan pada periode 1 lebih kecil dari pada intensitas curah hujan periode 2. Gambar 3. Frekuensi curah hujan bulanan periode 1938-1974 Kota Malang Selanjutnya dari gambar 4 yang memperlihatkan kondisi curah hujan pada periode 3: 1975- 2011. Pada periode ini intensitas curah hujan yang sering muncul adalah intensitas curah hujan pada interval 0-70 mmbulan sebanyak 171 kali. Sedangkan untuk intensitas curah hujan antara 213-283 mmbulan hanya memiliki frekuensi sebanyak 58 kali. Dari ke tiga periode yakni periode 1: 1901-1937, periode 2: 1938-1974 dan periode 1975-2011, intensitas curah hujan yang sering antara 0-70 mmbulan . Total curah hujan pertahun selama kurun 164 68 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0- 69 70 -1 39 14 0- 20 9 21 0- 27 9 28 0- 34 9 35 0- 41 9 42 0- 48 9 49 0- 55 9 56 0- 62 9 63 0- 69 9 Ch m m F re k u e n s i 1901-1937 71 169 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0- 75 76 -1 51 15 2- 22 7 22 8- 30 3 30 4- 37 9 38 0- 45 5 45 6- 53 1 53 2- 60 7 60 8- 68 3 68 4- 75 9 Ch mm F re k u e n s i 1938-1974 waktu 37 tahun paling tinggi terjadi pada periode 2: 1938-1974 yaitu sebesar 3749 mmtahun. Sedangkan untuk periode1: 1901-1937, total curah hujan per tahun sebesar 2626 mmtahun. Untuk periode 3: 1975-2011 total intensitas curah hujan pertahun sebesar 3361 mmtahun. Gambar 4. Frekuensi curah hujan bulanan periode 1975-2011 Kota Malang Analisis selanjutnya untuk menentukan peluang curah hujan dilakukan dengan menghitung frekuensi tiap klas kemudian dibagi dengan frekuensi total hasilnya seperti yang tersaji pada gambar 5. Peluang curah hujan untuk periode 1: 1901-1937 memiliki peluang curah hujan untuk intensitas curah hujan antara 228-303 mmbulan sebesar 14.35, sedangkan untuk periode 2: 1938-1974 mempunyai peluang sebesar 16.21 pada intensitas curah hujan yang sama demikian juga untuk periode 3: 1975-2011 mempunyai peluang curah hujan sebesar 13.39 . Jadi periode 2 memili peluang paling tinggi pada intensitas curah hujan 228-303 mmbulan. Kemudian untuk intensitas curah hujan antara 0-75 mmbulan semua periode yang terdiri dari periode 1, periode 2 dan periode 3 mempunyai peluang curah hujan sekitar 38 Gambar 5. Peluang curah hujan selama periode 1901-2011 di Kota Malang 171 58 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0- 70 71 -1 41 14 2- 21 2 21 3- 28 3 28 4- 35 4 35 5- 42 5 42 6- 49 49 1- 56 7 56 8- 63 8 63 9- 70 9 Ch mm F re k u e n s i 1975-2011 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0- 75 76 -1 51 15 2- 22 7 22 8- 30 3 30 4- 37 9 38 0- 45 5 45 6- 53 1 53 2- 60 7 60 8- 68 3 68 4- 75 9 Intensitas Chmm P e lu a n g 1901-1937 1938-1974 1975-2011 Fokus penelitian dari tahun 1901-2011, yang di bagi dalam 3 periode, setiap periode terdiri dari 37 tahun. Menurut Meehl 2000 perubahan iklim dapat diidentifikasi dengan membandingkan kurva distribusi peluang seperti diperlihatkan pada Gambar 5 dan gambar 6, sehingga diketahui perubahan antar kurun waktu 37 tahun pada nilai rata-rata mean atau standar deviasi, atau keduanya. Berdasarkan pengertian ini, perubahan yang terjadi dalam kurun 37 tahun itu sendiri disebut sebagai variabilitas iklim. Dari gambar 6, yang memperlihatkan nilai rata-rata mean dan standar deviasi yang telah berubah dan berfluktuasi. Gambar 6. Perubahan nilai rata-rata dan standar deviasi untuk setiap periode curah hujan di Kota Malang Selanjutnya masalah penentuan nilai ekstrim dengan menggunakan metode POT Peak Over Threhold. Kejadian ekstrim merupakan hal yang perlu untuk diteliti, terutama untuk bidang climatology, hydrology, economics, insurance dan finance Coles, S, 2001. Penelitian untuk bidang tersebut digunakan dalam menentukan probabilitas maksimum dan minimum level. Selama periode penelitian tahun 1901-2011 diperoleh kejadian ekstrim yang sering terjadi pada bulan April, Juni, Juli dan Oktober. 156 150 161 118 115 111 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1901-1937 1938-1974 1975-2011 Periodetahun C h m m m ean stdev Gambar 7. Curah hujan ekstrim bulan April periode 1901-2011 di Kota Malang. Gambar 7 yang menjelaskan kejadian curah hujan ekstrim pada bulan April sebanyak 4 kali dengan ambang batas threshold 371 mmbulan. Terjadi pada tahun 1962 dengan nilai sebesar 586 mmbulan, kemudian tahun 1984 dengan nilai 513 mm, berikutnya tahun 1993 dengan nilai sebesar 406 mmbulan dan pada tahun 2007 dengan nilai 397 mmbulan. Pada bulan Juni juga terjadi ekstrim curah hujan dengan ambang batas 200 mmbulan. Ekstrim terjadi pada tahun 1909 dengan nilai 334 mmbulan, tahun 1986 sebesar 282 mmbulan, kemudian tahun 1995 dengan nilai ekstrim 241 mmbulan dan tahun 1998 dengan nilai 242 mmbulan seperti yang tersaji pada gambar 8. Gambar 8. Curah hujan ekstrim bulan Juni periode 1901-2011 di Kota Malang Kemudian pada bulan Juli terjadi ekstrim sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1908, 1939, 1950, 1955, 1957, 1968 dan tahun 1989. pada bulan Juli ini mempunyai nilai threshold ambang batas sebesar 120 mmbulan. Pada thahun 1908 terjadi curah hujan ekstrim sebesar 154 mmbulan seprti yang terlihat pada gambar 8. Kemudian juga terjadi pada 1939 dengan nilai 586 513 406 397 371 100 200 300 400 500 600 700 1901 1909 1917 1925 1933 1941 1949 1957 1965 1973 1981 1989 1997 2005 Waktutahun C h m m Apr Ekstr-Apr curah hujan ekstrim sebesar 194 mmbulan. Tahun 1950 curah hujan ekstrim terjadi pada intensitas curah hujan sebesar 146 mmbulan.. Gambar 8. Curah hujan ekstrim bulan Juli periode 1901-2011 di Kota Malang Berikutnya tahun 1955 nilai curah hujan ekstrim sebesar 152 mmbulan. Dan tahun 1957 sebesar 181 mmbulan. Kemudian pada gambar 8 ini juga tampak kejadian curah hujan ekstrim pada tahun 1968 dengan intensitas curah hujan ekstrim sebesar 137 mmbulan dan tahun 1989 dngan nilai 163 mmbulan. Selanjutnya pada bulan Oktober kejadian curah hujan ekstrim terjadi sebanyak 4 kali, seperti yang terlihat pada gambar 9 berikut ini: Gambar 9. Curah hujan ekstrim bulan Oktober periode 1901-2011 di Kota Malang Pada bulan Oktober selama periode penelitian terjadi curah hujan ekstrim sebanyak 4 kali. Dengan ambang batas threshold 262 mmbulan. Pada tahun 1916 nilai curah hujan ekstrim sebesar 420 mmbulan. Kemudian tahun 1964 sebesar 346 mmbulan. Sedangkan tahun 1983 194 181 163 154 137 146 152 120 50 100 150 200 250 1901 1909 1917 1925 1933 1941 1949 1957 1965 1973 1981 1989 1997 2005 Waktutahun C h m m Jul Ekstr-Jul 484 420 346 313 262 100 200 300 400 500 600 1901 1909 1917 1925 1933 1941 1949 1957 1965 1973 1981 1989 1997 2005 Waktutahun C h m m Okt Ekstr-Okt curah hujan ekstrim terjadi pada nilai 484 mmbulan. Kemudian tahun 1998 terjadi curah hujan ekstrim sebesar 313 mmbulan.

4. Kesimpulan

Dari hasil pengolahan data curah hujan bulanan di Kota Malang diperoleh hasil bahwa musim kemarau lebih panjang dari pada musim basah. Pada musim kemarau Juli, Agustus, September intensitas curah hujan semakin kecil dan musim basah Desember, Januari, Februari intensitas curah hujan semakin tinggi. Kemudian untuk frekuensi curah hujan maksimum terjadi pada periode 1975-2011. Dengan menggunakan metoda Peaks Over Threshold POT diperoleh curah hujan ekstrim di Kota Malang yang melampau threshold pada periode 1901-2011. Kemudian curah hujan ekstrim paling banyak terjadi pada bulan Juli di tahun 1908, 1916, 1939, 1950, 1955, 1957, 1968, dan 1989. Pada bulan Oktober sebanyak 4 kali, tahun 1916, 1964, 1983 dan 1998. Bulan Juni sebanyak 4 kali, pada tahun 1909, 1986, 1995 dan 1998, kemudian April 4 kali yaitu tahun 1962, 1984, 1993 dan 2007. Daftar Pustaka. Dankers, R. and R. Hiederer, 2008. “Extreme Temperatures and Precipitation in Europe: Analysis of a High-Resolution Climate Change Scenario”, JRC Scientific and Technical Reports, EUR 23291 EN – 2008, 2008: 1-82. Coles, S., 2001, An Introduction to Statistical Modeling of Ekstreme Value, London: Springer-Verlag. Fowler, H.J. and Kilsby, C.G., 2003. A Regional Frequency Analysis of United Kingdom Extreme Rainfall from 1961 to 2000”. International Journal of Climatology, 11, 2003: 1313-1334. IPCC. 2007. Climate Change 2007 “The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovermental Panel on Climate Change[Solomon,S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Maquis, K.B. Averyt, M. Tignor and H.L. Miller eds.] . Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, Ny, USA. Wulan Sari, Y.D dan Sutikno, 2013. Estimasi Parameter Gereneralized Pareto Distribution Pada Kasus Identifikasi Perubahan Iklim di Sentra Produksi Padi Jawa Timur. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol 2. No2, 2013 2337-3520 2301-928X Print. WMO, 2009. Guidelines an Analysis of extreme in a change climate in support of informed decisions for adaptation. Publications Board. Geneva 2, Swizerland CL-STAR SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN ALTERNATIF DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 Khasanan SMP N 1 Ngadirejo, Demangan Ngadirejo, Temanggung; nnndesitgmail.com Abstrak . Tiga tahapan utama dalam CL-STAR yaitu tahap pra-pembelajaran, pembelajaran, dan pasca pembelajaran. CL-STAR merujuk pada istilah cooperative learning score target yaitu kegiatan pembelajaran kooperatif dengan desain siswa menentukan target pencapaian kompetensi. Tahap pra-pembelajaran memfasilitasi siswa menyatakan target-target individu atau kelompok. Target meliputi dua aspek yaitu sikap dan pengetahuan. Target sikap ditujukan pada pengembangan pembelajaran berorientasi pada sikap percaya diri, tanggung jawab, dan kerjasama siswa. Target pengetahuan merujuk pada pencapaian komptensi pengetahuan berdasarkan pada kriteria ketuntasan minimal KKM. Tahap pembelajaran memungkinkan siswa membuktikan target yang telah dicanangkan. Tahap pasca pembelajaran menjadi tahap evaluasi pencapaian target sekaligus rekonstruksi target. Peran guru dalam model CL- STAR adalah menciptakan kondisi yang menantang, mendorong inisiatif siswa untuk mengembangkan kreatifitas individu dan kelompok dalam menggali pengetahuan dan sikap melalui pembelajaran. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 50 siswa mengalami peningkatan sikap percaya diri, 96,875 siswa bertanggung jawab terhadap tugas individu dan kelompok, 90,625 siswa bekerjasa sama dalam menyelesaikan permasalahan kelompok. Hasil tes menunjukkan bahwa 87,5 siswa berada pada skor di atas KKM. CL-STAR dapat meningkatkan hasil belajar. Kata Kunci : CL-STAR, cooperative learning, Score Target, KKM, hasil belajar

1. Pendahuluan

Lahirrnya Permendikbud No 81 A Tahun 2013, tentang implementasi Kurikulum 2013 berimplikasi terhadap pengelolaan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Pembelajaran yang selama ini didasarkan pada standar proses Permen No 41 Tahun 2007 harus diselaraskan dengan tuntutan impelementasi kurikulum Tahun 2013. Penyesuaian tersebut antara lain meliputi filosofi pembelajaran, prinsip pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 berpandangan bahwa pengetahuan tidak bisa dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pembelajaran diarahkan pada upaya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui pengalaman belajar. Hal ini sejalan dengan paham konstruksifisme yang berpandangan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat.