LKS Terstruktur Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

A B A B A B A B A A B B C C D D ahli. Anggota kelompok asal yang terdiri dari 4-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan pada bagan dibawah ini: Kelompok Asal Kelompok Ahli Bagan 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik anggota sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan dikelompok ahli. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini memiliki sintaks pembelajaran sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Fase Perilaku Guru Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dalam bentuk pembagian tema materi pelajaran dalam menjadi bagian-bagian subtema. Kemudian guru menjelaskan aturan pengerjaan tugas dan diskusi serta evaluasi pembelajaran yang akan dilakukan. Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar  Guru membagi siswa dalam kelompok jigsaw beranggotakan 4-6 orang disesuaikan dengan subtema yang akan dibahas dan memilih ketua pada masing-masing kelompok.  Guru menyediakan sumber belajar yang berkaitandengantugas subtema untuk dikaji oleh tiap-tiap anggota kelompok sesuai dengan tugasnya, siswa diperbolehkan untuk menggali pengetahuannya sendiri maupun berbagi dengan siswa dari kelompok lain dengan tugas yang sama, Fase Perilaku Guru sehingga mereka dapat membentuk grup ahli untuk mendiskusikan bahasan yang sama. Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar  Saat grup ahli terbentuk, Guru membimbing grup-grup tersebut mengelola arah pembahasan grup tersebut hingga mereka dapat menjadi ahli dalam tugas yang mereka bahas. Setelah dianggap masing-masing siswa ahli dalam tugas yang dibahasnya, Guru meminta setiap siswa kembali berkumpul dengan kelompok jigsawnya masing-masing.  Setelah seluruh anggota kelompok jigsaw kembali berkumpul, Guru memerintahkan setiap kelompok untuk menyatukan setiap subtemasubkonsep menjadi temakonsep yang utuh dalam diskusi dan brainstorming curah pendapat antar kelompok. Guru harus dapat memastikan tidak terjadi dominasi seseorang atau pun kevakuman dalam proses tersebut. Fase 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dalam bentuk kuis maupun tes akhir atau presentasi hasil diskusi masing-masing kelompok. Fase 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Setiap model pembelajaran sewajarnya memiliki kelebihan seperti halnya kekurangan yang dihadapi saat mengimplementasikannya, berikut adalah kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, diantaranya dapat diinventarisir sebagai berikut: 1 Meningkatkan prestasi hasil belajar siswa. 2 Meningkatkan retensi daya ingat. 3 Lebih dapat digunakan untuk mencapai tahap penalaran tingkat tinggi. 4 Lebih dapat mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik. 5 Lebih sesuai untuk meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogen. 6 Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah. 7 Meningkatkan sikap positif terhadap guru. 8 Meningkatkan harga diri anak. 9 Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif. 10 Meningkatkan keterampilan hidup gotong royong. 11 Pada umumnya guru merasakan bahwa jigsaw mudah untuk dipelajari. 12 Pada umumnya guru merasa menikmati mengajar dengan cara seperti ini. 13 Dapat dikombinasikan dengan strategi pembelajaran lainnya. 14 Dapat dilakukan walaupun dalam jam pelajaran yang terbatas. Berikut adalah beberapa kekurangan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini: 1 Memerlukan waktu penyesuaian pada kebiasaan-kebiasaan tertentu siswa siswa yang dominan, siswa yang kurang, dan siswa yang senang berkompetisi maupun guru kebiasaan, persiapan, maupun ketakutan, yang lebih intensif untuk diselenggarakan sebagai kegiatan yang familiar. 2 Memerlukan sumber bahan ajar yang relatif lebih banyak dari pengajaran biasa. 3 Pembagian kelompok yang kurang fleksibel, karena harus merupakan kelipatan tertentu yang terkadang tidak dapat terpenuhi secara tepat oleh jumlah siswa di kelas. 2.3 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 872, “Berpikir adalah menggunakan akal bud i untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu”. Berpikir dapat diartikan sebagai kegiatan akal budi atau kegiatan mental untuk mempertimbangkan, memahami, merencanakan, memutuskan, memecahkan masalah, dan menilai tindakan. Pendapat Splitier dalam Mayadiana, 2009: 11 mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan bertanggung jawab yang memudahkan pengelolaan yang baik. Hal ini dikarenakan berpikir kritis didasarkan pada suatu kriteria. Mengenai orang berpikir kritis merupakan individu yang berpikir, bertindak secara normatif, dan siap bernalar tentang kualitas dari apa yang mereka lihat, dengar, atau yang mereka pikirkan.Pendapat lain mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi data, dan mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif, serta membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi Gerhand dalam Mayadiana, 2009: 11. Menurut Ennis dalam Mayadiana, 2009: 13-16, indikator berpikir kritis dikelompokkan dalam lima kemampuan berpikir, yaitu 1 memberikan penjelasan sederhana Elementary clarification; 2 membangun keterampilan dasar Basic Support; 3 membuat inferensi Inference; 4 membuat penjelasan lebih lanjut Advanced Clarification; dan 5 mengatur strategi dan taktik Strategies and tactics.

3. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan alasan untuk memperoleh data dari evaluasi hasil kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas PTK. Desain penelitian yang digunakan ini mengacu pada model Kemmis dan Mc Taggrat yang terdiri 4 komponen yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi, yang ditunjukkan pada bagan berikut ini: Bagan 1. Diagram Alur Desain Penelitian Tindakan Kelas Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis pada materi lingkaran pada siswa-siswi kelas VIII A SMPN 1 Brang Ene. Instrumen ini menggunakan alat evaluasi berupa tes, hasil tes inilah yang digunakan sebagai data utama analisis. Tes yang digunakan berupa tes tertulis berbentuk essay untuk tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Tes essay sengaja dipilih untuk mengetahui proses penyelesaian yang dikerjakan siswa dan bagaimana kemampuan siswa sesungguhnya melalui uraian jawaban yang diberikannya. Seorang siswa dianggap tuntas apabila siswa tersebut mendapat nilai minimal 70. dan mencapai  80 pada untuk tiap-tiap kompetensi dasar. Sebagai indikator dalam penelitian ini adalah jika siswa yang mendapat nilai  70 lebih besar atau sama dengan 80 pada tes yang diberikan pada tiap siklus maka belajar dinyatakan tuntas, artinya penggunaan LKS terstruktur pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa materi lingkaran kelas VIII SMPN 1 Brang Ene Kabupaten Sumbawa Barat tahun pelajaran 20122013. Selanjutnya, jika siswa yang mendapat nilai  70 lebih kecil dari 80 maka akan dilakukan perbaikan dan pengujian pada siklus berikutnya hingga mencapai ketuntasan belajar. Hasil data kuantitatif dianalisis secara deskriptif yang meliputi mean, nilai tertinggi, dan nilai terendah dari setiap siklus yang dilakukan. Sedangkan analisa data hasil kemampuan berpikir kritis matematis siswa akan dianalisis dengan mencari ketuntasan belajar klasikal. Analisis secara deskriptif digunakan untuk mencari kekurangan-kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran pada masing-masing siklus. Untuk data hasil kemampuan berpikir kritis matematis siswa dianalisis dengan mencari ketentuan belajar baik ketuntasan klasikal maupun individual. Tuntas secara klasikal maksudnya apabila tercapai persentase ketuntasan 80, sedangkan tuntas secara individual maksudnya apabila siswa mencapai nilai 70.

4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian Siklus I

Pelaksanaan tindakan pada pembelajaran yang telah direncanakan 2 dua kali pertemuan selama 3 x 40 menit dan 2 x 40 menit dilanjutkan dengan evaluasi 40 menit. Adapun tindakan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: a Guru memberikan apersepsi dan motivasi tiap awal pertemuan serta mengingatkan akan hal-hal yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.